Mimbar Ramadhan: Tanda-Tanda Lailatul Qadar

Malam lailatulqadr sesungguhnya adalah perjumpaan antara dua cahaya yaitu cahaya langit yang terpantul dari para malaikat Allah SWT dengan cahaya yang terpantul dari qalbu para orang mukmin yang telah mempersiapkan diri dengan segala amal Ramadhannya

Share :
Mimbar Ramadhan: Tanda-Tanda Lailatul Qadar
Berita

Oleh: Dr. KH. Muchlis M. Hanafi, MA (Direktur Pusat Studi Al Qur'an (PSQ) - Jakarta))


Jakarta, www.istiqlal.or.id - Salah satu karunia Allah subhanahu wata'ala adalah menjadikan waktu-waktu dan tempat-tempat tertentu memiliki keistimewaan dan keutamaan dibanding lainnya. Pada bulan Ramadhan terdapat malam yang memiliki keutamaan dan keistimewaan dibanding malam-malam lainnya, yaitu malam Lailatul Qadar. Malam-malam itu dapat digunakan dalam berloma-lomba untuk mendekatan diri kepada-Nya dan meraih rahmat maghfiroh serta ampunan dari Allah subhanahu wata'ala.

Rasullullah SAW memberikan keteladanan kepada kita melalui yang disampaikan oleh Aisyah radhiallahu 'anha, dia mengatakan:

كان النبي صلى الله عليه وسلم إذا دخل العشر شد مئزره، و أحيا ليليه، و أيقظ أهله. (البخاري و مسلم).

Artinya: "Nabi shalallahu 'alaihi wa sallam apabila telah masuk sepuluh terakhir bulan Ramadhan beliau menguatkan sarungnnya (bersungguh-sungguh), menghidupkan malamnya, dan membangunkan keluarganya". (HR. Al-Bukhari dan Muslim).

Berdasarkan hadist di atas, kita bisa mengetahui bahwasanya pada 10 malam terakhir Ramadhan, Rasulullah SAW  meningkatkan intensitas ibadahnya, menghidupkan malam-malam tersebut dengan ibadah kepada-Nya, dan membangunkan sanak keluarga untuk mengajak mereka dalam bertaqarrub kepada Allah subhanahu wata’ala.

Karena pada 10 malam terakhir Ramadhan, Allah subhanahu wata’ala menyediakan malam dengan penuh keistimewaan yaitu lailatul qadar, yang ketika beribadah di malam itu nilainya melebihi ibadah kita 83 tahun 4 bulan dari hari-hari lainnya.

Para ulama berusaha untuk mencari malam tersebut. Rasullullah SAW memberi isyarat dalam sabdanya,

تَحَرَّوْا وفي رواية : الْتَمِسُوْا لَيْلَةَ الْقَدْرِ فِيْ الْوِتْرِ مِنْ الْعَشْرِ

Artinya: "Carilah malam lailatul qadar di (malam ganjil) pada sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan." (HR Bukhari dan Muslim)

Berdasarkan hadist di atas, ada yang menduga bahwa malam yang dimaksud adalah malam ke-21, 23.

Al-Imam as-Syafi'i juga mengemukakan bahwa dalam malam ganjil pada sepuluh hari terakhir di bulan ramadhan ada yang menduga malam itu terjadi di malam ke-27. Bahkan banyak di negara muslim diselenggarakan ihtifal ilailatil qadar setiap malam ke-27. Khotmil quran di Masjidil Haram dilakukan di malam ke-27.

Ada ulama yang mencoba menerka, malam ke-27 adalah malam yang dimaksud karena Al-Qur’an surat Al-Qadr yang menjelaskan tentang lailatul qadar, terdiri dari 30 kata dan kata yang ke-27 adalah 'hiya' yang merupakan kata ganti dari lailatul qadar.

Allah subhanahu wata’ala berfirman dalam Al-Qur’an surat Al-Qadr ayat 5,

سَلَٰمٌ هِىَ حَتَّىٰ مَطْلَعِ ٱلْفَجْرِ

Artinya: “Malam itu (penuh) kesejahteraan sampai terbit fajar.” (QS. Al-Qadr ayat 5)

Ada pula ulama yang mencoba mencari alasannya dengan mengatakan bahwa malam lailatul qadar dalam surat al qadr terulang sebanyak 3 kali dan kata 'lailatul qadar' terdiri dari 9 huruf. Maka, sembilan dikali tiga sama dengan dua puluh tujuh.

Betapapun yang dilakukan oleh para ulama dalam memberikan isyarat tentang kapan malam lailatul qadar terjadi. Namun, yang pasti malam lailatul qadar itu adalah malam yang penuh dengan kemuliaan dan keagungan. Di malam itu Allah SWT menentukan nasib umat manusia dalam satu tahun mendatang. Di malam itu juga, dunia seakan menyempit karena disebutkan dalam firman Allah SWT dalam Al-Qur’an surat Al-Qadr ayat 4:

تَنَزَّلُ ٱلْمَلَٰٓئِكَةُ وَٱلرُّوحُ فِيهَا بِإِذْنِ رَبِّهِم مِّن كُلِّ أَمْرٍ

Artinya: “Pada malam itu turun malaikat-malaikat dan malaikat Jibril dengan izin Tuhannya untuk mengatur segala urusan.” (QS. Al-Qadr ayat 4)

Salah satu indikator yang pasti dari kedatangan malam lailatul qadar adalah yang termaktub dalam Al-Qur’an yaitu, سَلَٰمٌ هِىَ حَتَّىٰ مَطْلَعِ ٱلْفَجْرِ (Malam itu (penuh) kesejahteraan sampai terbit fajar).

Ada sejumlah riwayat yang menjelasakan tanda-tanda fisik kedatangannya, seperti ada yang mengatakan bahwa malam itu sangat tenang, lalu keesokan harinya matahari terbit seakan tanpa sinar. Walaupun hadist-hadist itu sahih dan harus kita yakini, tapi boleh jadi itu terikat dengan pengalaman pada zaman Rasulullah SAW. Sebab tanda-tanda fisik itu dipengaruhi oleh faktor-faktor alamiah yang terjadi dalam situasi perubahan iklim tidak menentu, maka perubahan fisik itu tidak lagi dapat menjadi pedoman.

Firman Allah subhanahu wata’ala pada Al-Qur’an Surat Al-Qadr ayat 5,

سَلَٰمٌ هِىَ حَتَّىٰ مَطْلَعِ ٱلْفَجْرِ

Artinya: Malam itu (penuh) kesejahteraan sampai terbit fajar.

‘Salam’ tersebut adalah ucapan yang pernah disampaikan oleh malaikat ketika akan menyampaikan kabar gembira kepada Nabi Ibrahim AS tentang kelahiran putra yang sangat didambakannya. Allah subhanahu wata’ala berfirman dalam Al-Qur’an surat Al-Hijr Ayat 52,

إِذْ دَخَلُوا۟ عَلَيْهِ فَقَالُوا۟ سَلَٰمًا قَالَ إِنَّا مِنكُمْ وَجِلُونَ

Artinya: “Ketika mereka masuk ke tempatnya, lalu mereka mengucapkan: "Salaam". Berkata Ibrahim: "Sesungguhnya kami merasa takut kepadamu".” (QS. Al-Hijr Ayat 52)

Dengan itu Nabi Ibrahim AS dan istrinya sangat gembira dan bersukacita. ’Salaam’ juga menyelamatkan Nabi Ibrahim AS dari panasnya kobaran api saat beliau dicebloskan ke dalam panasnya kobaran api oleh Raja Namrud. Allah subhanahu wata’ala mengatakan dalam dirman-Nya pada Al-Qur’an surat Al-Anbiya ayat 69,

قُلْنَا يَٰنَارُ كُونِى بَرْدًا وَسَلَٰمًا عَلَىٰٓ إِبْرَٰهِيمَ

Artinya: “Kami berfirman: "Hai api menjadi dinginlah, dan menjadi keselamatanlah bagi Ibrahim",

Ibarat tamu agung, malam lailatul qadar hanya menjumpai jiwa-jiwa yang tersucikan yaitu orang-orang yang telah mempersiapkan diri menyiapkan hati dan jiwanya untuk menyambut kedatangannya dengan pelbagai amal-amal ibadah yang dilakukan di bulan Ramadhan. Lailatul qadar tidak hinggap kepada setiap orang, tetapi kepada mereka yang telah mempersiapkan hati dan jiwanya untuk menerima pantulan cahaya-cahaya malaikat.

Malam lailatulqadr sesungguhnya adalah perjumpaan antara dua cahaya yaitu cahaya langit yang terpantul dari para malaikat Allah subhanahu wata’ala dengan cahaya yang terpantul dari qalbu orang-orang mukmin yang telah mempersiapkan diri dengan segala amaliah Ramadhannya.

Sehingga daripada itu, lailatul qadr sesungguhnya adalah pertemuan dua cahaya, yaitu cahaya langit dan bumi yang kemudian memancarkan kedamaian bagi seluruh umat manusia. Cahaya tersebut bukan hanya terpancar sampai esok hari, tetapi cahaya dan kedamaian itu akan terpancar sampai terbit fajar di kehidupan kita hingga akhirat kelak.

Allah subhanahu wata’ala berfirman dalam Al-Qur’an surat Al-Qadr ayat 4,

تَنَزَّلُ ٱلْمَلَٰٓئِكَةُ وَٱلرُّوحُ فِيهَا بِإِذْنِ رَبِّهِم مِّن كُلِّ أَمْرٍ

Artinya: “Pada malam itu turun malaikat-malaikat dan malaikat Jibril dengan izin Tuhannya untuk mengatur segala urusan.” (QS. Al-Qadr ayat 4).

Orang-orang yang mendapatkan lailatul qadar dengan perjalanan spritual masing-masing akan selalu merasakan kedamaian, selalu terdorong untuk melakukan kebaikan demi kebaikan dan dia akan terus bersukacita di dalam dirinya hingga terbit fajar di kehidupan akihrat kelak.

Semoga kita semua termasuk golongan orang yang tengah mempersiapkan diri untuk menyambut kedatangan malam dengan penuh kemuliaan, lailatul qadr, yang kedatangannya dinantikan oleh semua orang, walaupun malam tersebut tidak akan menjumpai semua yang mendambakannya, tetapi mendambakan tanpa mempersiapkan justru semakin menjauhkan dari rahmat Allah subhanahu wata’ala.
Semoga segala amal yang kita lakukan selama Ramadhan, siang kita berpuasa menahan lapar dahaga dan mengendalikan segala emosi, diikuti dengan qiyamullail pada malam hari, semoga itu semua sudah cukup untuk mempersiapkan diri kita dalam menyambut kedatangannya.

Sebagaimana Rasulullah SAW yang telah berikan keteladanan, bahwasannya pada  malam-malam terakhir Ramadhan, kita dianjurkan untuk melakukan ihyaulail (menghidupkan malam dengan beragam ibadah) atau qiyamulail (mendirikan shalat malam).

Hal paling minimalis yang bisa dilakukan yaitu sebagaimana riwayat Imam Muslim, bahwasanya Utsman bin Affan RA berkata; Rasulullah SAW bersabda,

“Barangsiapa yang Shalat Isya` berjama’ah maka seolah-olah dia telah shalat malam selama separuh malam. Dan barang siapa yang Shalat Subuh berjamaah maka seolah-olah dia telah shalat seluruh malamnya.” (HR. Muslim).

Adapun untuk semakin memaksimalkan malam-malam penghujung Ramadhan, kita bisa juga menunaikan shalat tarawih, qiyamullail sepanjang malam, membaca Al-Qur’an, berdzikir dan bertaqarrub kepada Allah subhanahu wata’ala.

Dengan begitu, semoga Allah subhanahu wata’ala memberikan pantulan cahaya-Nya kepada kita semua, mengaruniakan laylatul qadr kepada kita yang akan memberikan kedamaian ke dalam hati sehingga kita dapat meninggalkan Ramadhan dengan keadaan yang lebih baik dibanding sebelumnya.  (DWWA/ Humas dan Media Masjid Istiqlal)

Tags :

Related Posts: