Muhasabah Akhir dan Awal Tahun Miladiyah
Seperti kita rasakan bersama bahwa zaman atau masa dalam kehidupan kita terdiri masa lalu adalah kenangan, masa kini adalah kenyataan dan masa yang akan datang adalah harapan, masa lalu sudah lewat, masa yang akan datang.
Oleh: Laksamana Pertama TNI (Pur) Asep Saepudin
Jakarta, www.istiqlal.or.id - Jamaah shalat Jumat rahimakumullah. Puji dan syukur kita persembahkan kehadapan Allah subhanahu wata'ala yang telah memberi kenikmatan berupa kesehatan dan kesempatan serta izin-Nya kepada kita, sehingga kita dapat menunaikan kewajiban shalat Jumat di Masjid Istiqlal.
Shalawat serta salam kita haturkan kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam beserta keluarga dan para sahabatnya. Sebagai khatib Jum’at hari ini, saya mengajak kepada jamaah sekalian, marilah kita memelihara dan meningkatkan ketaqwaan kita kepada Allah subhanahu wata'ala, semoga dengan ketaqwaan yang kita jalani setiap hari, akan mendatangkan keberkahan Allah subhanahu wata'ala kepada kita. Aamiin.
Jamaah shalat Jum’at rahimakullah. Judul Khutbah Jum’at hari ini adalah "Muhasabah Akhir dan Awal Tahun Miladiyah" tentu kita maklumi bersama bahwa judul ini berkaitan dengan satu minggu ke depan akan berakhirnya tahun 2021 dan datangnya awal tahun 2022.
Seperti kita rasakan bersama bahwa zaman atau masa dalam kehidupan kita terdiri masa lalu adalah kenangan, masa kini adalah kenyataan dan masa yang akan datang adalah harapan, masa lalu sudah lewat, masa yang akan datang masih ghaib atau harapan dan kita hanya punya masa saat ini untuk berbuat sesuai pilihan kita masing masing.

Bagi orang beriman kepada Allah subhanahu wata'ala dan kepada hari perhitungan amal (yaumul hisab), masa lalu tidak akan dibiarkan berlalu, tetapi dijadikan momentum untuk Muhasabah yakni menghitung amal baik dan buruk yang pernah dilakukan, introspeksi, mawas diri, atau meneliti diri sehingga di kehidupan berikutnya bisa lebih hati-hati, lebih baik lagi dalam berfikir, berkata dan berbuat. Orang beriman akan selalu mengingat firman Allah subhanahu wata'ala :
Artinya: "Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk esok (hari akhirat) dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. Dan janganlah kamu seperti orang-orang yang lupa kepada Allah, lalu Allah menjadikan mereka lupa kepada diri mereka sendiri, Mereka itulah orang-orang yang fasik." (QS. Al-Hasyr/59: 18-19)
Ayat tersebut menjadi isyarat pentingnya muhasabah utamanya untuk cheking apa yang sudah diperbuat atau disiapkan untuk kehidupan yang akan datang yaitu akhirat, kehidupan yang kekal. Kemauan untuk muhasabah juga mencerminkan orang bijak dan cerdas karena hidup tidak hanya berfikir dan berbuat untuk kepentingan dunia saja, tapi juga berfikir dan berbuat untuk kepentingan sesudah mati, sebagaimana sabda Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam:
Artinya : "Dari Syadad bin Aus radhiallahu anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda : Orang yang bijak (pandai/ cerdas) adalah orang yang menghisab (mengevaluasi) diri sendiri dan beramal untuk kehidupan sesudah mati. Sedangkan orang yang lemah adalah orang yang dirinya mengikuti hawa nafsu serta ber angan-angan terhadap Allah" (HR. Imam Turmudzi).

Dalam hal muhasabah ini, sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bernama Umar bin Al-Khatab pernah berkata :
Artinya: "Hisablah diri kamu sekalian (introspeksi) sebelum kalian dihisab dan berhias dirilah kamu sekalian untuk menghadapi penyingkapan (hisab) yang besar. Sesungguhnya hisab pada hari kiamat akan menjadi ringan hanya bagi orang yang selalu menghisab dirinya (muhasabah) pada saat hidup di dunia."
Adapun aspek-aspek muhasabah yang perlu diperhatikan antara lain:
1. Pelaksanaan ibadah, sebab Allah menciptakan manusia adalah untuk ibadah. Sebagaimana firman Allah subhanahu wata'ala:
Artinya: "Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku." (QS. Adz-Dzariat/51: 56).
Ibadah adalah rangkaian perbuatan yang mendatangkan kecintaan Allah dan keridhaanNya, baik ibadah mahdah yaitu ibadah yang macam dan tata caranya sudah ditentukan oleh Allah subhanahu wata'ala seperti ibadah shalat, shaum, zakat dan ibadah Haji bagi yang mampu menuju ke tanah suci Mekah, maupun ibadah ghairu mahdah yang macam dan tata caranya tidak diatur oleh Allah subhanahu wata'ala maupun oleh Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam.
Tuntunan utama dalam setiap ibadah adalah ikhlas karena Allah semata-mata, sebab Allah tidak memerintahkan ibadah kecuali dengan keikhlasan hamba-Nya, sebagaimana firman-Nya:
Artinya: "Padahal mereka hanya diperintahkan menyembah Allah dengan ikhlas menaatiNya, semata-mata karena (menjalankan) agama, dan agar melaksanakan shalat,dan menunaikan zakat, dan yang demikian itulah agama yang lurus (benar)" (QS. Al-Bayyinah/98 : 5).
2. Aspek pemanfaatan pemberian Allah subhanahu wata'ala, karena kita tahu bahwa tubuh dengan perlengkapannya, umur, rezeki, ilmu dan seluruh kenikmatan yang kita terima, akan ditanyakan oleh Allah subhanahu wata'ala, sebagaimana firmaNya :
Artinya: "Kemudian kamu benar-benar akan ditanya pada hari itu (hari perhitungan amal) tentang seluruh kenikmatan" (QS. At-Takatsur/102: 8)
Malahan kenikmatan tersebut sudah mulai dipertanyakan kepada manusia saat berdiri pada hari kiamat, sebelum melangkahkan kedua kakinya sebagaimana hadis Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam :
Artinya: "Dari Abi Barzah Nadhlah bin Ubaidin al-Aslami radhiallahu anhu, Ia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda : Tidak tergelincir dua kaki seorang hamba hingga dia ditanya tentang umurnya dalam hal apa dihabiskan, tentang ilmunya dalam hal apa dia kerjakan, tentang hartanya dari mana dia dapatkan dan dalam hal apa dia keluarkan, dan tentang jasadnya (tubuh/jasmani) dalam hal apa dia gunakan sampai hancur" (HR. Tirmidzi).

3. Aspek kehidupan bermasyarakat
Bisa jadi kita sudah banyak beribadah kepada Allah, namun bila tidak disertai perbuatan baik kepada sesama manusia dalam kehidupan bermasyarakat, maka ibadah kepada Allah bisa rusak bahkan bisa jadi bangkrut di akhirat nanti, hal ini ditanyakan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam kepada para sahabatnya: "Tahukah kalian siapakah orang yang bangkrut itu?" Para sahabat menjawab: orang bangkrut diantara kami adalah orang yang tidak memiliki dirham dan tidak memiliki harta benda.
Rasulullah bersabda: Sesungguhnya orang yang bangkrut dari umat hari kiamat dengan membawa pahala shalat, puasa dan zakat. Namun ia juga datang dengan dosa kedzaliman, ia mencerca sana-sini, menuduh tanpa bukti terhadap seseorang, meminta harta si anu, menumpahkan darah orang lain, dan melawan orang itu, maka sebagai tebusan atas kedzalimannya itu dibayar dari pahala amalnya, bila masih ada yang belum selesai, maka dosa yang dizaliminya akan diambil dan ditumpahkan kepada orang ahli ibadah waktu di dunianya, kemudian orang tersebut di lemparkan ke neraka” (HR. Muslim).
Inilah muhasabah kita tentang kewajiban ibadah kepada Allah, tentang pemanfaatan kenikmatan yang diberikan oleh Allah dan tentang kehidupan bermasyarakat selama tahun 2021, tentunya kita sudah bisa mengukur dan introspeksi diri kita masing tentang ke ikhlasan beribadah, kesyukuran atas nikmat Allah dan menjaga kehidupan bermasyarakat dengan baik.
Bila ternyata ada kekhilafan ataupun dosa kepada Allah subhanahu wata'ala marilah kita bertaubat dan mohon ampun kepada Allah, bila ada orang yang pernah kita dzalimi, maka segeralah minta maaf kepadanya agar kita tidak bangkrut kelak di hari akhirat. Jamaah shalat Jumat rahimakumullah! Setelah kita muhasabah atas amal kita selama tahun 2021, kita sudah mengetahui kekurangan dan kelebihan kita, kekuatan dan kelemahan kita, dengan niat dan tekad yang kuat, kita akan siap memasuki tahun 2022 dengan langkah tegap, kita ingin tahun 2022 lebih baik karena siapa yang tahun 2022 lebih baik dari tahun 2021 maka kita beruntung, bila tahun 2022 sama keadaannya dengan tahun 2021 maka kita akan rugi, apalagi kalau tahun 2022 lebih buruk keadaannya maka kita akan sangat buruk.

Untuk itu, memasuki tahun 2022 marilah kita memperhatikan nasihat Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam sebagaimana diuraikan oleh Ibnu Abbas radhiallahu anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda :
Artinya: "Manfaatkan lima perkara sebelum datang lima perkara :masa mudamu sebelum datang masa tuamu, masa sehatmu sebelum datang sakitmu, masa kayamu sebelum masa fakir (miskin)mu, masa senggangmu sebelum masa sibukmu, dan masa hidupmu sebelum datang masa matimu."
Dengan memanfaatkan masa muda, masa sehat, masa kaya, masa senggang dan masa hidup kita untuk beribadah kepada Allah, bersyukur atas nikmat Allah dan berbuat yang terbaik dalam kehidupan bermasya- rakat, berbangsa dan bernegara, maka Allah subhanahu wata'ala, akan menurunkan keberkahan kepada kita di tahun 2022. Aamiin Yaa Rabbal Alamiin. (FAJR/Humas dan Media Masjid Istiqlal)