Mimbar Ramadhan Masjid Istiqlal: Meraih Ketakwaan
kesungguhan adalah cara yang bisa ditempuh untuk memudahkan kita dalam meraih ketakwaan kepada Allah SWT. Terus evaluasi atau muhasabah diri.
Oleh: Prof. Dr. Nurhayati Djamas, MA, M.Si
Jakarta, www.istiqlal.or.id - Meraih ketakwaan merupakan hal utama bagi kita terutama di dalam menjalankan ibadah-ibadah di bulan Ramadhan ini, baik ibadah puasa dan juga tentu kita sempurnakan dengan ibadah yang lain seperti tarawih, qiyamullail, berinfaq, zakat, dan lain sebagainya.
Ketika ketakwaan dikaitkan dengan puasa, Allah SWT berfirman dalam Al-Qur'an surat Al-Baqarah ayat 183,
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُوْنَۙ
Artinya: "Wahai orang-orang yang beriman! Diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang sebelum kamu agar kamu bertakwa," (QS. Al-Baqarah [2]: 183)
Dalam ayat di atas, satu yang patut kita catat adalah bahwa terkait dengan kewajiban kita menjalankan ibadah puasa dan kalau kita tinggalkan haram hukumnya. Pada ayat tersebut juga jelas, agar kita semua bertakwa kepada Allah SWT.
Artinya, ibadah puasa terutama kewajiban kita berpuasa di bulan Ramadhan adalah bentuk pelatihan mental ruhani bagi kita untuk mengendalikan diri, hawa nafsu, dan dorongan ananiah yang lain, atau kesenangan hidup, dan itulah juga salah satu jalan agar bisa mencapai ketakwaan tadi.
Kemudian bagaimanakah kita memaknai takwa? Apakah itu ketakwaan?
Takwa bisa kita maknai sebagai puncak keberagamaan kita sebagai muslim yang beriman yaitu penyerahan diri dan ketaatan total kepada Allah SWT, dari seorang hamba kepada Khaliknya, berpedoman pada rambu-rambu yaitu wahyu Allah SWT yang diturunkan ke Rasulullah SAW yaitu Al-Qur'an, yang dalam contoh ilustrasi operasionalnya yaitu dilengkapi dengan sunnah Rasulullah SAW.
Sunnah Rasulullah SAW dapat diibaratkan dengan cara Rasulullah SAW mencontohkan pelaksanaan ajaran Al-Qur'an yang diterima oleh Rasulullah SAW tadi. Oleh karena itu rujukan kita di dalam mencapai ketakwaan tadi yaitu Al-Qur'an dan sunnah. Namun karena kita tidak sepenuhnya memahami esensi kedua sumber tersebut, maka kita juga merujuk pada para sahabat dan ulama yang menafsirkan Al-Qur'an.
Latihan selama satu bulan penuh di bulan Ramadhan diharapkan kita bisa melepaskan diri dari perangkap ananiah atau keangkuhan kita adalah dorongan-dorongan insting tool (hawa nafsu). Puasa bisa mengendalikan diri kita dari hal-hal tersebut. Jadi kalau dilihat, ini masih pada tingkat latihan badaniyyah kita. Hal tersebut merupakan yang paling mendasar. Kalau kita bisa mengendalikan nafsu paling dasar tersebut, maka kita selanjutnya akan bisa melatih diri mendorong hawa nafsu ananiah yang lain.
Orientasi hidup seorang muslim adalah sepenuhnya pada Allah SWT. Sehingga tantangan utama kita dalam mencapai ketakwaan tadi pada dasarnya adalah bersumber dari diri kita sendiri. Oleh karena itu pentingnya kita memaknai ibadah puasa di Ramadhan sebagai wujud pengendalian hawa nafsu dan ananiah diri yang lain, yang berorientasi pada kesenangan dan kepuasan diri sendiri.
Sementara itu, komitmen hidup kita jelas tertera dalam doa iftitfah ketika shalat, "inna sholati wanusuki wamahyaya wamamati lillahi robbil alamin", sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidup dan matiku hanyalah kepunyaan Allah. Komitmen tersebut setiap hari kita ucapkan dalam hidup kita.
Atau juga tertera dalam firman Allah SWT pada Qs. Al-Fatihah ayat 5,
اِيَّاكَ نَعْبُدُ وَاِيَّاكَ نَسْتَعِيْنُۗ
Artinya: "Hanya kepada Engkaulah kami menyembah dan hanya kepada Engkaulah kami mohon pertolongan." (Qs. Al-Fatihah [1]: 5)
Artinya, seluruh hidup kita ini kalau dikaitkan dengan komitmen adalah hanya semata kita tujukan kepada Allah SWT. Sehingga komitmen tersebut yang seharusnya menjadi patokan kita dalam mencapai atau meraih ketakwaan.
Apakah hal tersebut sudah kita jalankan? Ataukah hal yang dilakukan masih melenceng tidak sesuai dengan tujuan hanya kepada Allah SWT? Untuk mendapatkan jawabannya, kita perlu terus mengevaluasi atau memuhasabah diri. Setiap muhasabah tersebut selanjutnya bisa menjadi penilaian bagi diri sendiri untuk kita perbaiki.
Namun, karena tantangan dan hambatan di dalam menjalankan komitmen adalah diri sendiri, maka kita harus bersungguh-sungguh untuk menjalankan komitmen tadi. Jadi, kesungguhan adalah cara yang bisa ditempuh untuk memudahkan kita dalam meraih ketakwaan kepada Allah SWT. Sesuai dengan firman Allah SWT pada Al-Qur'an surat At-Talaq ayat 2 dan 3,
وَمَنْ يَّتَّقِ اللّٰهَ يَجْعَلْ لَّهٗ مَخْرَجًا ۙوَّيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لَا يَحْتَسِبُۗ
Artinya: "Barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan membukakan jalan keluar baginya, dan Dia memberinya rezeki dari arah yang tidak disangka-sangkanya." (QS. At-Talaq [65]: 2-3)
Jamaah tarawih Masjid Istiqlal, mudah-mudahan pesan singkat tentang cara kita meraih ketakwaan yang saya sampaikan, bisa kita upayakan dan wujudkan tentu dengan pengendalian dorongan-dorongan hawa nafsu dan ananiah yang berorientasi kesenangan hidup diri sendiri di dunia. (FAJR/Humas dan Media Masjid Istiqlal)
Saksikan selengkapnya di sini.