Melepas Hak dan Tuntutan atas Saudara Karena Allah SWT
Al-Ibra’ mencakup makna pengguguran dan pemilikan. Yang digugurkan adalah hak berupa piutang seseorang (hak tagih). Dengan pengguguran tersebut, maka hutang yang seharusnya dibayarkan Kembali menjadi milik orang yang berhutang.
Oleh : Dr. KH. Saifuddin Zuhri, MA
Jakarta, www.istiqlal.or.id - Al-Qur’an dan Sunnah sebagai sumber utama ajaaran dan hukum Islam dipastikan dan diyakini shalih li kulli zaman wa makaan (cocok untuk segala waktu dan tempat). Meski secara tekstual sudah final, namun substansi, prinsip, dan tafsiran al-Qur’an dan Sunnah akan terus berkembang dalam evolusi peradaban manusia.
Akselerasi teknologi termasuk dalam hal transaksi beriringan dengan pertumbuhan populasi umat manusia memunculkan konflik yang tidak sedikit. Umumnya konflik tidak jauh-jauh dari kesenjangan pemenuhan hak dan kewajiban, perjanjian, maupun kesalahfahaman.
Islam telah menyediakan berbagai alternatif solusi untuk memecahkan kebuntuan dalam penyelesaian konflik. Pengadilan dan peradilan hanyalah alternatif terakhir, salah satu prosedur yang ditawarkan oleh Islam adalah al-Ibra’ yakni pelepasan hak dan tuntutan.
Sekilas, pelepasan hak dan tuntutan seakan-akan merugikan pihak yang memiliki hak. Tetapi, kacamata Islam tidak melihat “kerugian” sebagai benar-benar kerugian. Ada janji baik, balasan baik, dan pahala yang tersedia untuk orang-orang yang membantu saudaranya atau menghilangkan beban saudaranya karena Allah subhanahu wata'ala.
Pelepasan hak dan tuntutan ini dalam mu’amalah Islam disebut dengan istilah al-Ibra’. Apa dan bagaimana al-Ibra’, menjadi bahasan dalam kajian fiqih kali ini. Sumber yang menjadi rujukan utama adalah kitab Al-Fiqh al- Islamiy wa Adillatuh karya Dr. Syekh Wahbah al-Zuhaili.
Pengertian Al-Ibra’
Al-Ibra’ menurut Bahasa adalah: al-tanziih, yakni pembersihan, pelepasan, menjauhkan sesuatu. Dalam istilah fiqih: al-Ibra’ adalah pelepasan atau pengguguran hak oleh seseorang atas kewajiban saudaranya. Seperti, melepaskan hutang yang menjadi tanggung jawab saudaranya untuk membayar hutang tersebut.
Al-Ibra’ mencakup makna pengguguran dan pemilikan. Yang digugurkan adalah hak berupa piutang seseorang (hak tagih). Dengan pengguguran tersebut, maka hutang yang seharusnya dibayarkan Kembali menjadi milik orang yang berhutang.
Menurut Hanafiyah, kepemilikan atas suatu barang tidak hilang disebabkan al-ibra’. Misalnya seseorang menggugurkan kepemilikannya atas sebuah mobil. Maka mobil itu tetap menjadi miliknya, sebelum diserahkan kepada orang lain dalam bentuk hibah atau hadiah.
Barang curian juga tidak serta merta menjadi milik yang mengambilnya meski di”ikhlaskan” oleh sang pemilik. Si pencuri hanya tidak wajib mengembalikannya dan barang itu menjadi Amanah di tangan si pencuri (hanafiyah). Al-Ibra’ berlaku untuk tuntutan yang terkait dengan barang. Dalam hal ini, ia melepaskan tuntutan tersebut, dan yang tertuntut terlepas dari tuntutan tersebut.
Malikiyah menyamakan al-ibra’ dengan hibah sehingga membutuhkan akad penerimaan (qabul). Syafi’iyah menyebutkan bahwa al-Ibra’ mencakup pemindahan hak milik. Maka harus ada kesepahaman kedua belah pihak. Al-Ibra’ atas sesuatu yang tidak diketahui (majhul), tidak sah.
Al-Ibra’ adalah pengguran hak. Tidak ada ketentuan yang melarang seseorang menggugurkan haknya atas sesuatu (Hanabilah).
Dasar Hukum Al-Ibra’
Ulama Fiqih secara umum menghukumkan al-Ibra’ sebagai sesuatu yang disukai (mandub). Al-Ibra’ merupakan bentuk alihsan (kebaikan), kebaktian, dan upaya silaturrahim. Al-Ibra’ menggugurkan tuntutan atas utang, meskipun bukan dari orang yang kesulitan.
وَاِنْ كَانَ ذُوْ عُسْرَةٍ فَنَظِرَةٌ اِلٰى مَيْسَرَةٍ ۗ وَاَنْ تَصَدَّقُوْا خَيْرٌ لَّكُمْ اِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُوْنَ
Artinya : “Dan jika (orang yang berhutang itu) dalam kesukaran, maka berilah tangguh sampai dia berkelapangan. Dan menyedekahkan (sebagian atau semua utang) itu, lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui” (QS. al-Baqarah: 280).
Dari Abu Qotadah bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda :
مَنْ نَفَّسَ عَنْ غَرِيمِهِ أَوْ مَحَا عَنْهُ كَانَ فِي ظِلِّ الْعَرْشِ يَوْمَ الْقِيَا مَةِ
Artinya : “Barangsiapa memberi keringanan pada orang yang berutang padanya atau bahkan membebaskan utangnya, maka dia akan mendapatkan naungan ‘Arsy di hari kiamat”.
من أنظر معسرًا فله بكل يوم صدقة قبل أن يحل الدين فإذا حل الدين فأنظره كان له بكل يوم مثلاه صدقة
Artinya : “Barangsiapa memberi tenggang waktu pada orang yang berada dalam kesulitan, maka setiap hari sebelum batas waktu pelunasan, dia akan dinilai telah bersedekah. Jika utangnya belum bisa dilunasi lagi, lalu dia masih memberikan tenggang waktu setelah jatuh tempo, maka setiap harinya dia akan dinilai telah bersedekah dua kali lipat nilai piutangnya” (HR. Ahmad, Abu Ya’la, Ibnu Majah, Ath-Thabraniy, Al-Hakim, Al-Baihaqi).
Pada edisi selanjutnya dalam dua pekan kedepan akan kita lanjutkan dasar hukum dari Al-Ibra ini, berikut rukun dan ketentuan lainnya. Demikian, semoga ada manfaatnya. Wassalam.