Khutbah Jumat: Urgensi Umat Memiliki Cara Pandang Moderat
"Dan, carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (pahala) negeri akhirat, tetapi janganlah kamu lupakan bagianmu di dunia..." (QS. Qashas/28: 77)
Oleh : Dr. KH. Muhammad Hariyadi, M.A
Jakarta, www.istiqlal.or.id - Hadirin yang dimuliakan Allah subhanahu wata'ala. Islam merupakan agama yang didesign oleh Allah subhanahu wata'ala sebagai agama moderat sepanjang zaman, oleh sebab itu umat Islam wajib hukumnya untuk terus menerus mengembangkan cara pandang moderat dalam menyelesaikan pelbagai persoalan kehidupan.
وَكَذٰلِكَ جَعَلْنٰكُمْ اُمَّةً وَّسَطًا لِّتَكُوْنُوْا شُهَدَاۤءَ عَلَى النَّاسِ وَيَكُوْنَ الرَّسُوْلُ عَلَيْكُمْ شَهِيْدًا ۗ
Artinya: "Demikian pula Kami telah menjadikan kamu (umat Islam) umat pertengahan agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul (Nabi Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu." (QS.Al-Baqarah/2 : 143)
Urgensi memiliki cara pandang moderat tersebut menurut Abdurrahman As-Sa’di dalam Adwaul Bayan, karena pada hari kiamat nanti hanya Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam dan umat Islam yang memiliki cara pandang moderat lah yang diberikan kepercayaan oleh Allah subhanahu wata'ala untuk menjadi saksi yang meringankan atau saksi yang memberatkan bagi umat manusia lainnya.
Tentu menjadi saksi yang dipilih oleh Allah subhanahu wata'ala merupakan penghargaan yang mulia atas kemampuan umat Islam dalam mengembangkan cara pandang moderat dalam kehidupan. Dalam hal akidah -- sebagaimana kita ketahui bersama -- Islam tetap menjadikan Allah subhanahu wata'ala sebagai Tuhan Yang Maha Esa dan Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam sebagai Rasul dan sekaligus hamba-Nya. Tidak ada sedikitpun doktrin ketuhanan dan kenabian yang berasal dari Allah subhanahu wata'ala yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam yang berubah. Semua tetap asli, original dari semenjak Allah subhanahu wata'ala mewahyukan hingga pada saat ini, bahkan hingga pada akhir zaman nanti.
Sementara itu berbeda dengan agama Yahudi, yang tokoh agamanya selalu merubah substansi kitab suci dan mencampuradukkan firman Allah dengan perkataan manusia,
يُحَرِّفُوْنَ الْكَلِمَ عَنْ مَّوَاضِعِهٖۙ وَنَسُوْا حَظًّا مِّمَّا ذُكِّرُوْا بِهٖۚ وَلَا تَزَالُ تَطَّلِعُ عَلٰى خَاۤىِٕنَةٍ مِّنْهُمْ اِلَّا قَلِيْلًا مِّنْهُمْ ۖ
"...Mereka suka mengubah firman-firman (Allah) dari tempat-tempatnya206) dan mereka (sengaja) melupakan sebagian pesan yang telah diperingatkan kepada mereka. Engkau (Nabi Muhammad) senantiasa akan melihat pengkhianatan dari mereka, kecuali sekelompok kecil di antara mereka (yang tidak berkhianat)..." (QS. Al-Maidah/5: 13)
disamping mereka memposisikan salah satu nabi terbaiknya Uzair sebagai anak Tuhan.
وَقَالَتِ الْيَهُوْدُ عُزَيْرُ ِۨابْنُ اللّٰهِ وَقَالَتِ النَّصٰرَى الْمَسِيْحُ ابْنُ اللّٰهِ
Artinya: "Orang-orang Yahudi berkata, “Uzair putra Allah,” dan orang-orang Nasrani berkata, “Al-Masih putra Allah.”" (QS.At-Taubah/9 : 30)
Berbeda pula dengan Nasrani yang mengembangkan keesaan menjadi trinitas dan memposisikan Nabi Isa alaihis salam sebagai anak Tuhan
وَاِذْ قَالَ اللّٰهُ يٰعِيْسَى ابْنَ مَرْيَمَ ءَاَنْتَ قُلْتَ لِلنَّاسِ اتَّخِذُوْنِيْ وَاُمِّيَ اِلٰهَيْنِ مِنْ دُوْنِ اللّٰهِ ۗقَالَ سُبْحٰنَكَ مَا يَكُوْنُ لِيْٓ اَنْ اَقُوْلَ مَا لَيْسَ لِيْ بِحَقٍّ ۗاِنْ كُنْتُ قُلْتُهٗ فَقَدْ عَلِمْتَهٗ ۗتَعْلَمُ مَا فِيْ نَفْسِيْ وَلَآ اَعْلَمُ مَا فِيْ نَفْسِكَ ۗاِنَّكَ اَنْتَ عَلَّامُ الْغُيُوْبِ ١١٦
Artinya: "(Ingatlah) ketika Allah berfirman, “Wahai Isa putra Maryam, apakah engkau mengatakan kepada orang-orang, ‘Jadikanlah aku dan ibuku sebagai dua tuhan selain Allah?’” Dia (Isa) menjawab, “Mahasuci Engkau, tidak patut bagiku mengatakan apa pun yang bukan hakku. Jika aku pernah mengatakannya tentulah Engkau telah mengetahuinya. Engkau mengetahui apa pun yang ada pada diriku dan aku tidak mengetahui apa pun yang ada pada diri-Mu. Sungguh, Engkaulah Yang Maha Mengetahui segala yang gaib.”" (Qs. Al-Maidah: 116)
وَقَالَتِ الْيَهُوْدُ عُزَيْرُ ِۨابْنُ اللّٰهِ وَقَالَتِ النَّصٰرَى الْمَسِيْحُ ابْنُ اللّٰهِ
Artinya: "Orang-orang Yahudi berkata, “Uzair putra Allah,” dan orang-orang Nasrani berkata, “Al-Masih putra Allah.”" (QS.At-Taubah/9 : 30)
Dua agama ini telah melampaui batas dan bersikap “ghullu” dalam memperlakukan doktrin ketuhanan dan kenabian, sehingga terjatuh pada ekstrimisme bidang akidah.
Di bidang syariah, moderasi Islam menekankan prinsip keseimbangan urusan dunia dan akhirat, keseimbangan fisik dan ruh serta ketaatan dalam hal yang telah nyata dihalalkan dan diharamkan oleh Allah subhanahu wata'ala. Hal ini berbeda dengan sikap ekstimisme Yahudi yang mementingkan materi dibanding ruh, memprioritaskan dunia daripada akhirat dan menghalalkan yang diharamkan Allah serta mengharamkan yang dihalalkan Allah subhanahu wata'ala. Berbeda pula dengan sikap ekstrim kaum Nasrani yang membolehkan semua hal tanpa ada larangan dan menggapangkan peribadatan, yang disesuaikan dengan selera dan hasrat kemanuan manusia.
Di bidang muamalah, moderasi Islam juga menekankan pentingnya keseimbangan sisi kemanusiaan dan ketuhanan, keseimbangan dimensi pribadi dan sosial, adanya fungsi sosial dalam aktivitas politik, ekonomi dan bisnis serta pentingnya sukses dunia untuk kesejahteraan di akhirat.
وَابْتَغِ فِيْمَآ اٰتٰىكَ اللّٰهُ الدَّارَ الْاٰخِرَةَ وَلَا تَنْسَ نَصِيْبَكَ مِنَ الدُّنْيَا وَاَحْسِنْ كَمَآ اَحْسَنَ اللّٰهُ اِلَيْكَ وَلَا تَبْغِ الْفَسَادَ فِى الْاَرْضِ ۗاِنَّ اللّٰهَ لَا يُحِبُّ الْمُفْسِدِيْنَ ٧٧
Artinya: "Dan, carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (pahala) negeri akhirat, tetapi janganlah kamu lupakan bagianmu di dunia. Berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu dan janganlah kamu berbuat kerusakan di bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.”" (QS. Qashas/28: 77)
Dengan memiliki cara pandang moderat, diharapkan umat manusia bisa saling memaknai perbedaaan sebagai anugerah yang mengandung keunikan dan kebermanfaatan (unity in diversity), menjalahi kehidupan dengan damai, harmonis dan penuh makna, serta menjadikan bumi --- sebagaimana istilah Quraish Shihab --- sebagai bayang-bayang kehidupan surgawi.
Hadirin yang dimuliakan Allah.
Bangsa Indonesia telah menempuh cara pandang moderat sebagai salah satu pilihan terbaik dalam kehidupan. Lihatlah kemunculan Pancasila dan UUD 1945 yang merupakan hasil dari proses kreatif para pendiri bangsa dalam mencari titik temu (kalimatun sawa’) dari masyarakat yang ber-Bhinneka Tunggal Ika. Lihatlah pula kebijakan Politik dan ekonomi Pemerintah Indonesia mulai dari orde lama, orde baru, orde reformasi dan pasca reformasi yang senantiasa memposisikan bangsa Indonesia pada posisi ‘penyeimbang’ (tawazun) antara berbagai kekuatan politik dan ekonomi dunia, berposisi netral (tawassuth) diantara berbagai blok kepentingan Barat dan Timur, sehingga tetap memiliki posisi ‘bergaining power’ pada saat-saat yang diperlukan.
Menyadari semakin kompleksnya persoalan politik, ekonomi, sosial, budaya, multikulturalisme, dan keagamaan pada masa-masa yang akan datang, maka pengarusutamaan cara pandang moderat bagi seluruh masyarakat merupakan agenda yang harus diprioritaskan pada setiap tahun berjalan. Pengarusutamaan tersebut dapat dilakukan dengan berbagai jalan :
Pertama, menanamkan cara pandang, sikap dan praktik dalam menjalani kehidupan sehari-hari dengan normal dan moderat, tidak terbawa oleh pandangan ekstrim yang berbeda dengan pandangan keumuman masyarakat. Ibnu Jarir AlThabari berkata:
أرى أن اللّٰه تعالى إنما وصفهم بأنهم وسط لتو سطهم في الد ين، فلا هم أهل غلو فيه، غلو النصارى الذين غلوا بالترهب وقولهم في عيسى ما قالوافيه، ولا هم أهل التقصير فيه تقصير اليحود الذ ين بدلوا كتاب اللّٰه وقتلوا أنبياءهم وكذبوا على ربحم وكفروا به.....
Artinya : “Aku melihat umat Islam dikatakan moderat dalam beragama, karena mereka tidak melampaui batas seperti kaum Nasrani dalam hal kerahiban pendeta dan ketuhanan Isa alaihis salam ataupun seperti kaum Yahudi yang mengganti kitab Allah, membunuh para nabi, mendustakan Allah dan menginkari-Nya”.
Kedua, memberikan penyadaran bahwa pengarusutamaan cara pandang moderat adalah upaya memberdayakan akal kritis kita untuk memahami teks dan konteks secara obyektif, sehingga menghasilkan pemahaman yang benar, adil dan valid. Memahami dengan benar, adil dan valid itulah salah satu dari definisi moderat. Pemahaman tersebut, kita praktikkan dalam kehidupan sehingga terjalin kehidupan yang saling menghormati dan menghargai serta memandang segala macam perbedaan sebagai sunnatullah yang terdapat di alam semesta. Ibnu Qayyim Al-Jauzi berkata:
ما أمر ا لله بأمر ا لا وللشيطان به نز غتان: إما إلى تفريط وتقصير وإما إلى مجاوزة وغلو، ولا بيالي بأ يحما ظفر
Artinya : “Setiap kali ada perintah yang berasal dari Allah kepada manusia, setan selalu siap menjerumuskan manusia diantara dual hal: Pertama, mengurangi apa yang menjadi perintah Allah. Kedua, menambahkan apa yang diperintahkan, sehingga melampaui batas”.
Ketiga, penguatan literasi untuk kaum muda dan millennial agar terlindungi dari paham keagamaan trans-nasional yang tidak sesuai dengan akar dan budaya masyarakat serta penguatan substansi cara pandang moderat bagi kaum tua di majelis-majelis taklim.
Literasi yang dimaksudkan di sini tidak sekadar baca tulis, atau interaksi dalam bentuk tilawah dan hafalan, melainkan pemahaman dan penafsiran, juga ittibaan, wa amalan wa dakwatan, sehingga hasil dari literasi mampu menjadi kecakapan sumber inspirasi dan kecakapan hidup yang mencerahkan pemahaman kusut, memoderatkan pandangan ekstrim dan berkemampuan dalam mengembangkan prinsip tawasuth, tawazun dan keadilan, sehingga tujuan untuk mewujudkan masyarakat yang damai dan hormonis menjadi lebih nyata dalam kehidupan kita bersama.
Semoga Allah subhanahu wata'ala memelihara kita dalam kemoderatan, sebagaimana isyarat dan substansi yang telah ditunjukkan oleh Allah subhanahu wata'ala dalam Al-Qur’an. (FTR/Humas dan Media Masjid Istiqlal)