Khutbah Jumat: Peran dan Kontribusi Agama (Islam) dalam Pembangunan
Beragama bukan hanya bermain di wilayah etika dan spiritual, tapi agama terlibat secara fundamental dalam kehidupan ekonomi, sosial, budaya bahkan “politik”. Porsi narasi ini harus seimbang agar peran agama tidak midioker.
Oleh : Prof. Dr. Phil. K. H. Kamaruddin Amin, M.A
Jakarta, www.istiqlal.or.id - Kaum Muslimin sidang jamaah Jumat rahimakumullah.
Apa peran dan kontribusi kongkrit agama (Islam) dalam pembangunan dan pembangunan apa yang dilakukan negara untuk Islam? Pertanyaan ini penting dijawab untuk membuktikan relijiusitas bangsa ini.
Meningkatkan kualitas kehidupan beragama bukan hanya agenda masyarakat atau umat beragama tapi telah menjadi salah satu agenda prioritas dan strategis dalam pembangunan nasional, karena agama, hususnya Islam tidak hanya menawarkan seperangkat nilai suci yang transenden untuk digunakan dalam berkomunikasi secara vertikal dengan sang pemilik agama, tapi agama telah berperan sebagai kekuatan penggerak pembangunan.
Agama telah menjadi landasan spiritual dan moral untuk membangun masyarakat dan bangsa yang berkeadaban, sumber inspirasi dalam membangun harmoni sosial dalam kehidupan masyarakat yang majemuk dan bahkan telah menjadi motor penggerak transformasi sosial, budaya dan ekonomi. Disamping itu, dalam konstitusi negara tercinta ini, agama mendapatkan tempat yang sangat terhormat. Hadirin sidang jamaah Jumat yang berbahagia. Allah subhanahu wata'ala berfirman dalam al-Qur'an :
اِنَّا عَرَضْنَا الْاَمَانَةَ عَلَى السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضِ وَالْجِبَالِ فَاَبَيْنَ اَنْ يَّحْمِلْنَهَا وَاَشْفَقْنَ مِنْهَا وَحَمَلَهَا الْاِنْسَانُۗ اِنَّهٗ كَانَ ظَلُوْمًا جَهُوْلًاۙ
Artinya : “Sesungguhnya Kami telah menawarkan amanat kepada langit, bumi, dan gunung-gunung; tetapi semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir tidak akan melaksanakannya. Lalu, dipikullah amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya ia (manusia) sangat zalim lagi sangat bodoh.” (QS. al Ahzab 72).
Ayat ini menunjukkan bahwa umat manusia, selain sebagai hamba Allah yang harus melaksanakan ibadah menyembah kepada Allah juga sebagai khalifatullah yang harus memakmurkan bumi, mengelola, merawat dan menjaganya.
Oleh karena itu, dalam merefleksikan keberagamaan kita, kita tidak hanya eksis di wilayah yang abstrak normatif, karena agama tidak hanya bicara tentang hal yang bersifat metafisis dan eskatologis, tetapi secara kongkrit harus menjadi bagian penting dalam pembangunan peradaban. Agama tidak hanya menawarkan konsep dalam isu-isu besar pembangunan tapi terlibat secara praktis mengadres isu-isu tersebut.
Isu tentang transformasi sosial dan pengentasan kemiskinan misalnya, Islam hadir dengan konsep yang kongkrit dan solutif yaitu konsep keuangan sosial atau filantropi Islam (zakat, waqaf, infaq dan sadaqah). Ekosistem filantropi Islam ini telah mapan di negeri tercinta ini walau dengan keharusan pengembangan disana sini.
Tahun lalu pengumpulan ZISWAF tidak kurang dari 22 triliun dan tahun ini ditargetkan di atas 33 Trilyun, lima sampai sepuluh tahun ke depan dengan melihat tren yang ada diprediksi akan mencapai di atas 100 T kontribusi filantropi Islam dalam pembangunan karena disamping tingkat literasi dan kesadaran umat untuk berzakat semakin baik akibat Gerakan literasi waqaf yang dilakukan oleh pemerintah dan masyarakat, kondisi ekonomi umat juga semakin baik.
Sudah puluhan juta umat yang terbantu bahkan terberdayakan melalui ZISWAF ini. Dana sosial keagamaan ini berkontribusi dalam pertumbuhan ekonomi dan perberdayaan UMKM dan telah menjadi modal dalam pengembangan wellness industry dan industri halal.
Pemerintah telah mengafirmasi filantropi Islam ini dengan mengintervensi pengembangan ekosistemnya, mulai dari pembentukan Lembaga BAZNAS di seluruh Indonesia dengan basis kabupaten kota, pemerintah menfasilitasi pembentukan Lembaga amil zakat oleh masyarakat secara masif, pembuatan infra struktur regulasi sampai pembinaan dan pengawasannya, sehingga konsep keuangan sosial ini bisa berjalan dengan baik, meskipun masih harus terus dibina dan dikembangkan.
Diantara tantangan terbesar yang masih menjadi pekerjaan rumah umat Islam sekarang ini adalah masih rendahnya literasi dan partisipasi umat dalam mengeluarkan zakat (hususnya zakat mal). Potensi zakat yang diperkirakan mencapai 400 trilyun baru bisa dikumpulkan sebesar 22 T tahun lalu dan ditargetkan 33 Trilyun tahun ini.
Jika saja umat Islam patuh mengeluarkan zakat malnya seharusnya tidak ada lagi umat Islam yang miskin dinegri tercinta ini. Sekarang ini, masih terdapat puluhan juta umat Islam yang hidup dibawah garis kemiskinan sementara jumlah kelas menengah umat Islam yang notabene adalah orang mampu dan wajib berzakat juga semakin bertambah. Allah subhanahu wata'ala berfirman :
لَا خَيْرَ فِيْ كَثِيْرٍ مِّنْ نَّجْوٰىهُمْ اِلَّا مَنْ اَمَرَ بِصَدَقَةٍ اَوْ مَعْرُوْفٍ اَوْ اِصْلَاحٍۢ بَيْنَ النَّاسِۗ وَمَنْ يَّفْعَلْ ذٰلِكَ ابْتِغَاۤءَ مَرْضَاتِ اللّٰهِ فَسَوْفَ نُؤْتِيْهِ اَجْرًا عَظِيْمًا
Artinya : “Tidak ada kebaikan pada banyak pembicaraan rahasia mereka kecuali orang yang menyuruh bersedekah, berbuat kebaikan, atau mengadakan perdamaian diantara manusia. Barangsiapa yang berbuat demikian karena mencari ridha Allah kelak kami anugrahkan kepadanya pahala yang sangat besar” (QS. an-Nisa : 114).
Oleh karena itu, Agama hususnya Islam tidak terbatas pada wilayah fiqh, aqidah, tasawwuf, ahlak dan eskatologi. Agama telah memberi perpsektif bahkan terlibat (engage) dalam isu isu pembangunan bahkan juga terhadap isu isu global.
Agama turut berbicara bahkan mengambil porsi penting dalam sejumlah isu isu pembangunan seperti pendidikan, ketahanan keluarga, penurunan stunting, perubahan iklim, lingkungan, kesehatan, hak asasi manusia, kesetaran gender, pemanasan global, Sustainable Development Goals dan lain lain.
Agama harus terus diterjemahkan, dikapitalisasi agar dapat lebih signifikan berkontribusi dalam isu isu pembangunan ini dan engagement agama dalam isu isu ini harus terus di arus utamakan dan dinarasikan. Abai melibatkan dan menarasikan peran agama dalam isu isu ini sama dengan mereduksi makna dan peran agama.
Pembangunan di bidang agama tentu telah banyak dilakukan, mulai dari pembentukan dan atau penguatan kelembagaan keagamaan, pembangunan sarana prasarana layanan keagamaan, sejumlah regulasi yang memberi ruang nyaman dan sejuk bagi pengamalan agama sampai pada program peningkatan kualitas kehidupan beragama.
Dalam pengembangan ekonomi, misalnya, selain pembentukan lembaga zakat dan juga waqaf, pemerintah telah menfasilitasi pengembangan industri produk halal, industri keuangan syariah seperti bank syariah, gadai syariah, asuransi syariah, sukuk, reksadana syariah, saham syariah dan lain-lain, pengembangan dana sosial syariah dan pengembangan dan perluasan ekonomi syariah.
Agar peran agama tidak termarginalisasi secara alamiah dalam pembangunan dan agar agama dapat berperan sentral sudah saatnya para agamawan, para dai, para ulama, pondok pesantren dan lembaga pendidikan Islam, termasuk kebijakan pemerintah yang mendukungnya, menjadikan agama sebagai kekuatan transformasi sosial dan ekonomi dengan terus bersinergi dengan pemerintah, membangun narasi bahwa beragama bukan hanya bermain di wilayah etika dan spiritual, tapi agama terlibat secara fundamental dalam kehidupan ekonomi, sosial, budaya bahkan “politik”. Porsi narasi ini harus seimbang agar peran agama tidak midioker. Wallahu a’lam bishawab. (FAJR/Humas dan Media Masjid Istiqlal)