Khutbah Jumat: Jihad Tanpa Pertempuran
Jihad itu sekali lagi tidak selalu identik dengan peperangan, terlebih dalam keadaan dan situasi yang damai, dan ketika dimana keterbelakangan kaum muslimin masih cukup tinggi, kemiskinan, angka buta huruf juga masih tinggi.
(Intisari Khutbah Jum’at, 27 Jumadil Akhir 1444 H / 20 Januari 2023 M)
Oleh : KH. Abu Hurairah Abd Salam, Lc, MA (Wakabid Penyelenggaraan Peribadatan BPMI)
Jakarta, www.istiqlal.or.id - Kaum muslimin jama’ah shalat Jum’at hafidzakumullah. Dalam kitab Almu’jam Almufahras li Kalimatil Qur’an (Muhammad Fuad Abdul Baaqi) bahwa terdapat sekitar 36 ayat dalam Al-Qur’an Al-Kariim yang berbicara tentang jihad dalam berbagai dimensinya. Dan semua menunjukkan bahwa jihad memang tidak bisa dipisahkan dari agama Islam, karena merupakan fakta sejarah yang terdokumentasikan dalam AlQur’an. Namun Al-Qur’an juga memberikan begitu banyak ketentuan, hukum, aturan, syariat serta pesan-pesan moral terkait dengan jihad ini.
Fenomena aksi teror yang mengatasnamakan Islam, dengan cara keji sangat meresahkan kita. Banyak pihak mengecam dan menyalahkan Islam, karena aksi itu kerapkali dianggap sebagai sebuah perjuangan membela agama dan diyakini sebagai jalan pintas masuk syurga, yang biasa distilahkan oleh pelakunya dengan “amaliyaat jihadiah”, hal inilah yang menjadi penyebab aksi-aksi terror itu dididentikkan dengan ajaran Islam. Padahal model jihad yang dipraktekkan dengan cara yang keji seperti ini, sangat berbeda jauh dari konsep jihad yang sebenarnya dalam syariat Islam.
Memang betul dan harus diakui bahwa jihad adalah salah satu bagian dari syariat Islam, yang sudah ada sejak masa nabi-nabi terdahulu. Bahkan di masa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam kita menemukan banyak catatan sejarah mengenai jihad ini, dan semua itu dikisahkan dalam Al-Qur’an sebagai dokumen sejarah yang paling otentik.
Sayangnya, kebanyakan kita yang minim ilmu mengambil pesan jihad dalam Al-Qur’an sepotong-sepotong. Bahkan ada kecenderungan menggunakan sebagian ayat Al-Qur’an dan meninggalkan ayat-ayat lainnya, persis seperti apa yang dilakukan para ahli kitab di masa lalu, sampai Allah subhanahu wata'ala menegur mereka dengan firman-Nya:
... اَفَتُؤْمِنُوْنَ بِبَعْضِ الْكِتٰبِ وَتَكْفُرُوْنَ بِبَعْضٍۚ ...
Artinya: "Apakah kalian hanya beriman, hanya percaya kepada sebahagian alkitab dan ingkar terhadap sebahagian lainnya ..." (QS. al-Baqarah : 85).
Kaum muslimin jama’ah shalat Jum’at hafidzakumullah.
Melalui khutbah Jum’at yang singkat ini khatib ingin menyampaikan sekaligus menegaskan bahwa yang namanya jihad itu sesungguhnya bukanlah menyerang orang, bukan melukai orang, bukan membakar rumah ibadah, bukan menghilangkan nyawa orang yang tidak berdosa, bukan melakukan bom bunuh diri, sebab dalam konteks peperangan sekalipun jihad itu, bukan memerangi tetapi kita membela diri ketika diserang, dan kalau diserang tidak mungkin kita diam saja.
Jika negara kita diserang maka wajib hukumnya untuk bangkit membela, niatkan karena Allah subhanahu wata'ala, itulah yang dimaksud dengan jihad, makanya orang tua dan guru kita Hadratus Syeikh KH. Muhammad Hasyim Asy’ari pernah mengeluarkan resolusi jihad, saat kita melawan penjajah karena konteksnya membela negara bukan menyerang.
Di kalangan kelompok yang memaknai jihad secara membabibuta tanpa ilmu dan tanpa memahami fiqih dan syariatnya, sangat disayangkan ketika mereka menggunakan ayat-ayat Al-Qur’an untuk membenarkan dan menghalalkan pembunuhan nyawa manusia yang tak berdosa. Seolah dikesankan bahwa tindakan kriminal yang mereka lakukan merupakan perintah Al-Qur’an.
Dan yang lebih miris lagi, tertipunya banyak umat Islam, dengan propaganda-propaganda mereka yang selalu melapisi kejahatan kejinya dengan ayat-ayat Al-Qur’an yang diambil seenaknya. Banyak sekali ummat Islam terutama dari kalangan anak-anak muda, yang baru belajar, yang sama sekali belum paham ilmu agama, ikut menjadi bagian dari gerakan kriminal pencabut nyawa sambil teriak-teriak ayat Al-Qur’an.
Tindakan seperti ini tidak boleh dibiarkan, karena bisa-bisa Al-Qur’an yang sangat suci dan sakral itu, dijadikan sebagai kitab penjagalan untuk mengalirkan darah manusia yang tak berdosa di muka bumi.
Kaum muslimin jama’ah shalat Jum’at hafidzakumullah.
Makna Jihad itu tidak harus bentuknya perang, namun bukan berarti Islam itu anti perang, karena andaikan Islam itu tidak punya konsep perang, pasti kita juga bingung saat berjuang melawan dan mengusir penjajah. Dan jangan lupa bahwa sesuatu itu dalam syariat Islam ada momennya, diistilahkan dalam ilmu fiqih dengan “muqtadal haal”. Jihad dalam makna perang itu adalah pilihan terakhir dan penting untuk diingat bahwa jihad itu bukanlah bertujuan untuk melakukan kekerasan, membunuh, merusak, membakar dan lain-lain.
Jika dalam keadaan damai seperti saat ini jihad itu maknanya sangat luas, jangan dipersempit hanya sekedar teriak-teriak takbir, menenteng, mengangkat dan mengacungkan senjata tajam untuk menakut-nakuti orang yang sedang maksiat atau orang yang dianggap dan divonis kafir dan dzalim oleh mereka.
Padahal seorang ibu yang tengah mengandung kemudian dia merawat kandungan dengan baik sampai dia melahirkan itu adalah jihad fi sabilillah. Seorang ayah yang keluar mencari nafkah apapun profesinya, sepanjang diniatkan untuk ibadah itu juga adalah jihad fi sabilillah.
مَن خَرَجَ في الأرْضِ يَطْلُبُ حَلالًا يَكُفُّ بِهِ أهْلَهُ فَهُوَفِي سَبِيلِاللهِ.
Bahkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pernah bertanya kepada para sahabatnya:
مَا تَعُدُّونَالشَّهِيدَ فِيكُمْ؟ قَالُوا: يَا رَسُولَالله، مَنْ قُتِلَ فِي سَبِيلِ الله فَهُوَ شَهِيدٌ، قَالَ: إِنَّ شُهَدَاءَ أُمَّتِي إِذًا لَقَلِيلٌ، قَالُوا: فَمَنْ هُمْ يَا رَسُولَ اللهِ؟ قَالَ: مَنْ قُتِلَ فِي سَبِيلِ اللهِ فَهُوَشَهِدٌ، وَمَنْ مَاتَ فِي سَبِيلِ اللهِ فَهُوَ شَهِيدٌ، وَمَنْ مَاتَ فِي الطَّاعُونِ فَهُوَ شَهِيدٌ، وَمَن مَاتَ فِي الْبَطْنِ فَهُوَ شَهِيدٌ
Kata Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam kepada sahabatnya, apa yang kalian tahu tentang mati syahid? Para sahabatpun menjawab, Ya Rasulallah, orang yang mati di jalan Allah itulah yang dimaksud dengan mati syahid. Rasulullah pun bersabda: Kalau begitu, sedikit sekali ummatku yang mati syahid.
Kemudian para sahabat berkata, Lantas siapakah yang dianggap mati syahid ya Rasulullah? Rasulullah pun bersabda: Barang siapa yang gugur dalam pertempuran di jalan Allah maka dia itu syahid, siapa saja yang mati di jalan Allah apapun pekerjaannya apapun aktifitas kehidupannya selama diniatkan untuk ibadah kepada Allah maka itu juga termasuk mati syahid, siapa yang mati karena penyakit menular, virus, termasuk Covid-19 juga termasuk syahid, bahkan siapa yang mati karena sakit perut, juga termasuk mati syahid.
Siswa dan mahasiswa di sekolah dan di kampus yang sedang belajar termasuk guru dan para dosen yang mengajar, itu kalau benar diniatkan untuk ibadah kepada Allah, maka itu adalah jihad fi sabilillah dan kalau wafat maka wafat dalam keadaan syahid.
مَنْ خَرَجَ فِيْ طَلَبِ الْعِلْمِ فَهُوَ فِي سَبِيلِ الله حَتّى يَرْجِعَ
Bahkan termasuk seluruh jama’ah yang hadir di Masjid Istiqlal saat ini, dengan niat ibadah atau mendengarkan majlis ilmu, maka sejak keluar meninggalkan rumah, menyandang status mujahid fi sabilillah, kalau wafat di pertengahan jalan meskipun belum sampai ke masjid, maka statusnya wafat sebagai mujahid fi sabilillah dan matinya mati syahid, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
مَنْ جَاءَ مَسْجِدِيْ هَذَا، لَمْ يَأْتِهِ إِلاَّ لِخَيْرٍ يَتَعَلَّمُهُ أَوْ يُعَلِّمُهُ فَهُوَ بِمَنْزِلَةِ الْمُجَاهِدِ فِى سَبِيْلِ الله
Artinya : “Siapa saja yang mendatangi masjidku, lantas ia mendatanginya hanya untuk niat baik, yaitu untuk belajar atau mengajarkan ilmu, maka kedudukannya sama seperti mujahid fi sabilillah.”
Kaum muslimin jama’ah shalat Jum’at hafidzakumullah.
Jadi yang dimaksud oleh Al-Qur’an dan Sunnah dengan jihad itu adalah berjuang menggunakan segala kemampuan yang dimiliki untuk menghadapi musuh agama dan musuh kemanusiaan di berbagai bidang, kebodohan, penyakit, kemiskinan, keterbelakangan dan lain-lain.
Jihad itu sekali lagi tidak selalu identik dengan peperangan, terlebih dalam keadaan dan situasi yang damai, dan ketika dimana keterbelakangan kaum muslimin masih cukup tinggi, kemiskinan, angka buta huruf juga masih tinggi. Maka memaknai jihad dengan pengertian perang sangatlah tidak tepat, kalau tidak dikatakan keliru.
Jihad kita saat ini adalah membantu mereka yang tidak punya, menolong saudara kita yang memiliki keterbatasan, ikut mencerdasakan kehidupan bangsa serta ikut andil dalam membangun, memajukan dan mengharumkan bangsa kita di mata dunia. (FAJR/Humas dan Media Masjid Istiqlal)