Khutbah Jumat: Cegah Korupsi Melalui Etika dan Integritas

Tidak ada jalan lain yang menyelamatkan kita kecuali dengan membangun akhlak dan integritas kita, karena integritas akan menghidupkan nurani keberagamaan, menciptakan kedamaian dan ketentraman hidup, dan menggapai kemulian hidup serta ridha Illahi.

Share :
Khutbah Jumat: Cegah Korupsi Melalui Etika dan Integritas
Berita

Oleh : Drs. H. Ahmad Wijayanto, S.Sos, MA
(Da'i dan Akademis Yogyakarta)

Jakarta, www.istiqlal.or.id - Hadirin jama’ah shalat Jum’at rahimakumullah. Diantara aspek penting dalam tujuan syariat Islam (maqasidu syariah) adalah penjagaan harta (hifdzu mal). Penjagaan harta agar tidak ada yang saling dirugikan dan merugikan adalah dengan mengedepankan akhlak, budi pekerti luhur sebagaiman misi diutusnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam yaitu untuk memyempurnakan akhlak, dan akhlak yang baik tidak akan terwujud tanpa adanya iman yang kokoh yang menjadi inti agama.

Kata iman satu akar kata dengan aman, amin dan amanah atau integritas. Hilangnya integritas seseorang sama saja hilangnya martabat kita. Kehilangan materi bisa dicari tetapi hilangnya integritas kemana hendak dicari.

Perilaku koruptif bersumber dari nafsu dunia yang tak terkendali. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam memberikan peringatan cinta dunia menjadi sumber segala dosa (ro’su kullu kotiah). Kecintaan terhadap harta pada gilirannya akan menjadikan seseorang ingin kaya tidak peduli pada prosesnya (wealth without work), maka muncullah budaya instan, nabras dan pintas.

Hadirin jama’ah shalat Jum’at rahimakumullah. Beragama secara lurus (hanif) memerlukan pengendalian nafsu. Nafsu apabila diperturutkan pada gilirannya akan mencintai dunia yang tak pernah terpuaskan, karena sifat dunia membuat pecintanya kurang tidak pernah cukup, khawatir tidak pernah tenang, sibuk tidak pernah longgar. Puncak dari nafsu dunia akan mematikan nurani, pleasure without conscience.

Dalam persepsi Islam ada banyak ayat dan hadits yang menjelaskan posisi atau hukum korupsi dalam pandangan Islam, diantaranya firman Allah subhanahu wata'ala dalam surat al-Baqarah ayat 188 :

وَلَا تَأْكُلُوْٓا اَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ وَتُدْلُوْا بِهَآ اِلَى الْحُكَّامِ لِتَأْكُلُوْا فَرِيْقًا مِّنْ اَمْوَالِ النَّاسِ بِالْاِثْمِ وَاَنْتُمْ تَعْلَمُوْنَ ࣖ

Artinya : “Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang bathil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebahagian daripada harta benda orang lain itu dengan jalan berbuat) dosa, padahal kamu mengetahuinya”.

Dari ayat diatas sangat jelas ajaran Islam melarang kita, untuk mengambil harta orang lain dengan cara-cara yang tidak benar. Dan “larangan” dalam pengertian aslinya bermakna “haram”. Dalam arti yang lebih luas lagi ketika seseorang yang telah melakukan tindakan korupsi, maka sesungguhnya ia telah melakukan dosa yang pastinya harus ia pertanggungjawabkan sampai pada kehidupan di akhirat kelak.

Hadirin jama’ah shalat Jum’at yang di rahmati Allah. Secara gamblang dalam UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001, tindak pidana korupsi di jelaskan dalam 13 pasal. Jenis tindak pidana korupsi pada dasarnya dikelompokkan dalam tujuh kelompok pidana korupsi dan tindak pidana lain yang berkaitan dengan tindak pidana korupsi, yakni : 
Pertama, merugikan keuangan Negara. 
Kedua, suap-menyuap. 
Ketiga, penggelapan dalam jabatan. 
Keempat, pemerasan. 
Kelima, Perbuatan curang. 
Keenam, benturan kepentingan dalam pengadaan. 
Ketujuh, gratifikasi.

Maka, sudah saatnya kita bersama menggaungkan semangat melawan dan menghindari korupsi. Lebih lanjut, firman Allah Ta’ala dalam al-Qur'an surat an-Nisa’ ayat 29 :

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا لَا تَأْكُلُوْٓا اَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ اِلَّآ اَنْ تَكُوْنَ تِجَارَةً عَنْ تَرَاضٍ مِّنْكُمْ ۗ وَلَا تَقْتُلُوْٓا اَنْفُسَكُمْ ۗ اِنَّ اللّٰهَ كَانَ بِكُمْ رَحِيْمًا

Artinya : “Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan harta sesamamu dengan cara yang batil (tidak benar), kecuali berupa perniagaan atas dasar suka sama suka di antara kamu. Janganlah kamu membunuh dirimu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.”.

Hadirin jama’ah shalat Jum’at yang di rahmati Allah. Dari sini, jelas mengambil harta yang bukan miliknya (termasuk diantaranya korupsi) adalah haram hukumnya, sama haramnya dengan berzina, membunuh dan semacamnya. Oleh karena itu, semakin jelas bahwa ajaran Islam memerintahkan setiap muslim untuk menjauhi perilaku korupsi. Agar terwujud tatanan kehidupan yang lebih sejahtera dan penuh dengan rahmat Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Disisi lain termasuk perbuatan korupsi selain riswah adalah ghulul. Orang yang berbuat ghulul yakni mengambil milik orang lain secara sembunyi-sembunyi kelak pada hari kiamat akan datang membawa barang yang ia curi dan tidak akan disembunyikan, mereka akan mendapat balasan atas perbuatannya itu, sebagaimana diterangkan dalam Tafsir AlQur'an Kementerian Agama RI.

Diantara dosa besar yang dianggap sepele oleh sebagian besar masyarakat adalah al-ghulul. Al-Ghulul maksudnya mengambil sesuatu yang bukan miliknya dari harta bersama, atau memanfaatkan barang inventaris kantor untuk kepentingan pribadi atau keluarganya bukan untuk kepentingan umum.

Ancaman bagi pelaku ghulul telah disebutkan dalam AlQur'an, Allah subhanahu wata'ala berfirman :

وَمَا كَانَ لِنَبِيٍّ اَنْ يَّغُلَّ ۗوَمَنْ يَّغْلُلْ يَأْتِ بِمَا غَلَّ يَوْمَ الْقِيٰمَةِ ۚ ثُمَّ تُوَفّٰى كُلُّ نَفْسٍ مَّا كَسَبَتْ وَهُمْ لَا يُظْلَمُوْنَ

Artinya : “Tidak layak seorang nabi menyelewengkan (harta rampasan perang). Siapa yang menyelewengkan (-nya), niscaya pada hari Kiamat dia akan datang membawa apa yang diselewengkannya itu. Kemudian, setiap orang akan diberi balasan secara sempurna sesuai apa yang mereka lakukan dan mereka tidak dizalimi” (QS. Ali Imran : 161).

Hadirin jama’ah shalat Jum’at yang dirahmati Allah. Kemudian, istilah ghulul dipakai untuk pengkhianatan dalam masalah harta sebagaimana yang dijelaskan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, hadiah yang diterima oleh seorang pejabat atau pemimpin karena jabatannya itu termasuk ghulul yang diharamkan Allah subhanahu wata'ala. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda : "Hadiah untuk pekerja (pegawai) itu adalah ghulul (khianat)" (HR. Ahmad, dan disahihkan oleh Syekh Albani).

Dalam riwayat lain Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda : "Hadiah untuk pemimpin itu adalah ghulul (khianat)" (HR. Thabrani dan Baihaqi). Dari Abu Humaid as-Sa’idi radhiyallahu anhu mengatakan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pernah mempekerjakan seseorang dari kabilah al-Azdi yang bernama Ibnu al-Lutbiyyah untuk mengurus zakat.

Setelah bekerja ia datang menghadap Rasulullah seraya berkata, “Ini untuk Anda dan yang ini untukku, aku diberi hadiahkan. Mendengar ini, Rasulullah berdiri di atas mimbar seraya bersabda: ‘Ada apa dengan seorang pengurus zakat yang kami utus, lalu ia datang dengan mengatakan, ‘Ini untukmu dan ini hadiah untukku!’ Cobalah ia duduk saja di rumah ayahnya atau rumah ibunya, dan melihat, apakah ia diberi hadiah ataukah tidak? Demi Allah, tidaklah seseorang datang dengan mengambil sesuatu dari yang tidak benar melainkan ia akan datang dengannya pada Hari Kiamat, lalu dia akan memikulnya di lehernya. (Jika yang ia ambil adalah) unta, maka akan keluar suara unta. Jika sapi, maka akan keluar suara sapi; jika kambing, maka akan keluar suara kambing. Kemudian beliau mengangkat kedua tangannya sehingga kami bisa melihat putih kedua ketiak beliau shallallahu ‘alaihi wasallam dan mengatakan, ‘Wahai Allâh! Aku telah menyampaikannya?’ (HR. al-Bukhari dan Muslim).

Diceritakan dalam Tafsir Ibnu Katsir, ayat tersebut turun saat Perang Badar yang saat itu sebagian dari sahabat ada yang berbuat korupsi dalam pembagian ghanimah. Ibnu Jarir meriwayatkan dari Qatadah dan Ar-Rabi' ibnu Anas.

Ibnu Katsir menjelaskan, ayat tersebut mengandung ancaman keras dan peringatan yang kuat dan sunnah pun menyebut larangan melakukan hal tersebut dalam berbagai hadits. Allah berfirman dalam QS. Ali Imran ayat 161 :

وَمَا كَانَ لِنَبِيٍّ اَنْ يَّغُلَّ ۗوَمَنْ يَّغْلُلْ يَأْتِ بِمَا غَلَّ يَوْمَ الْقِيٰمَةِ ۚ ثُمَّ تُوَفّٰى كُلُّ نَفْسٍ مَّا كَسَبَتْ وَهُمْ لَا يُظْلَمُوْنَ

Artinya : “Tidak layak seorang nabi menyelewengkan (harta rampasan perang). Siapa yang menyelewengkan (-nya), niscaya pada hari Kiamat dia akan datang membawa apa yang diselewengkannya itu. Kemudian, setiap orang akan diberi balasan secara sempurna sesuai apa yang mereka lakukan dan mereka tidak dizalimi.” (QS. Ali Imran : 161).

Hadirin jama’ah shalat Jum’at yang dirahmati Allah. Tidak ada jalan lain yang menyelamatkan kita kecuali bagaimana akhlak dan integritas ini kita bangun, mengapa karena integritas akan berbuah hidupnya nurani keberagamaan, menciptakan kedamaian dan ketentraman hidup, dan menggapai kemulian hidup serta keridhaan ilahi, sebaliknya ketidakjujuran akan menciptakan keresahan hidup, matinya nurani, kehinaan dan murka ilahi.

Mudah-mudahan diri dan keluarga warga bangsa Indonesia pada umumnya senantiasa terjaga dari nafsu dunia yang mendistorsi integritas diri.

Tags :

Related Posts: