Khutbah Jumat: Amar Makruf Nahi Munkar dalam Bingkai NKRI
"Hendaklah ada di antara kamu segolongan orang yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh (berbuat) yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar. Mereka itulah orang-orang yang beruntung." (QS. Ali Imran/3 : 104).
Oleh : Dr. KH. A. Juraidi, MA
Kaum Muslimin jama’ah shalat Jum’ah Masjid Istiqlal rahimakumullah. Sebagai ungkapan rasa syukur kita kepada Allah atas limpahan rahmat dan nikmatNya yang teramat banyak, marilah kita senantiasa berupaya meningkatkan keimanan dan ketaqwaan kepadaNya, kita upayakan bisa melaksanakan segala perintah Allah, dan menjauhi semua laranganNya.
Dengan bertaqwa berarti kita membuat perbekalan yang terbaik dalam kehidupan ini, al-Quran mengingatkan, “berbekallah, maka sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah taqwa”,
karena nilai-nilai ketaqwaan itulah yang akan abadi, dan bisa menyelamatkan kita dalam kehidupan di dunia yang fana, dan di alam akhirat yang baqa.
Kaum Muslimin yang dirahmati Allah.
Tema khutbah kita kali ini adalah “Amar Ma’ruf Nahi Munkar dalam Bingkai NKRI” (menyuruh kepada kebaikan, dan mencegah dari kemunkaran dalam konteks Negara Kesatuan Republik Indonesia).
A. Substansi Amar Ma’ruf Nahi Munkar
Substansi Amar Ma’ruf Nahi Munkar itu adalah upaya untuk mewujudkan kemaslahatan bersama, bukan untuk satu golongan atau kelompok tertentu saja. Terlaksananya Amar Ma’ruf Nahi Munkar merupakan pengejawantahan dari Islam Rahmatan lil ‘alamin. Dengan kata lain, Islam rahmatan lil’alamin akan dirasakan semua pihak manakala Amar Ma’ruf Nahi Munkar berjalan dengan baik.
Dengan melakukan Amar Ma’ruf (menyuruh kepada kebaikan) berarti mengharapkan turunnya keberkahan untuk seluruh negeri, sebab Allah berjanji, jika penduduk suatu negeri beriman dan bertaqwa pastilah Allah akan membukakan pintupintu keberkahan, sebagaimana firman Allah:
وَلَوْ اَنَّ اَهْلَ الْقُرٰٓى اٰمَنُوْا وَاتَّقَوْا لَفَتَحْنَا عَلَيْهِمْ بَرَكٰتٍ مِّنَ السَّمَاۤءِ وَالْاَرْضِ وَلٰكِنْ كَذَّبُوْا فَاَخَذْنٰهُمْ بِمَا كَانُوْا يَكْسِبُوْنَ
Artinya : “Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya” (QS. Al-A’raaf/7: 96).
Redaksi ayat ini menggunakan huruf lam taukid لَفَتَحْنَا yang berarti benar-benar, sungguh, atau pasti apabila dinisbatkan kepada Allah. Jadi, makna ayat tersebut, pasti Allah akan membukakan pintu-pintu keberkahan dari langit maupun dari bumi, dengan syarat penduduknya beriman dan bertaqwa.
Begitu pula, dengan melakukan Nahi Munkar (mencegah kemunkaran) agar tidak berkembang di tengah masyarakat, berarti mencegah turunnya adzab Allah agar tidak menimpa seluruh negeri. Sebab sudah menjadi sunnatullah, manakala kemungkaran terjadi di mana-mana dan tidak ada yang peduli, masyarakat acuh tak acuh, tidak saling melarang, maka akan turun adzab di sana, dan kalau adzab itu turun, tidak hanya menimpa kepada pelaku-pelaku kemungkaran saja, tetapi orangorang baik, anak-anak tak berdosa, orang tua jompo yang tak berdaya, semua akan merasakan dampaknya. Inilah sebahagian makna peringatan Allah dalam QS. Al-Anfal/8 ayat 25 :
وَاتَّقُوْا فِتْنَةً لَّا تُصِيْبَنَّ الَّذِيْنَ ظَلَمُوْا مِنْكُمْ خَاۤصَّةً ۚوَاعْلَمُوْٓا اَنَّ اللّٰهَ شَدِيْدُ الْعِقَابِ
Artinya : “Dan peliharalah dirimu dari pada siksaan yang tidak khusus menimpa orang-orang yang zalim saja di antara kamu. dan ketahuilah bahwa Allah amat keras siksaan-Nya”. (QS. Al-Anfal/8: 25)
Kaum Muslimin rahimakumullah.
Umat-umat terdahulu banyak yang dibinasakan Allah lantaran mereka tidak lagi saling mencegah kemunkaran yang terjadi di masyarakatnya, sebagaimana yang dialami Bani Israil, dan umat-umat lainnya yang mengabaikan nahi munkar. Allah berfirman:
لُعِنَ الَّذِيْنَ كَفَرُوْا مِنْۢ بَنِيْٓ اِسْرَاۤءِيْلَ عَلٰى لِسَانِ دَاوٗدَ وَعِيْسَى ابْنِ مَرْيَمَ ۗذٰلِكَ بِمَا عَصَوْا وَّكَانُوْا يَعْتَدُوْنَ ٧٨ كَانُوْا لَا يَتَنَاهَوْنَ عَنْ مُّنْكَرٍ فَعَلُوْهُۗ لَبِئْسَ مَا كَانُوْا يَفْعَلُوْنَ ٧٩
Artinya : “Orang-orang yang kufur dari Bani Israil telah dilaknat (oleh Allah) melalui lisan (ucapan) Daud dan Isa putra Maryam. Hal itu karena mereka durhaka dan selalu melampaui batas. Mereka tidak saling mencegah perbuatan mungkar yang mereka lakukan. Sungguh, itulah seburuk-buruk apa yang selalu mereka lakukan.” (QS. Al-Ma’idah/5: 78-79).
Dengan demikian, Amar Ma’ruf Nahi Mungkar sesungguhnya menjadi kebutuhan bersama umat manusia, setidaknya bagi suatu negeri atau suatu komunitas, agar mendapatkan keberkahan, serta terhindar dari kemurkaan Allah.
Kaum Muslimin rahimakumullah.
Melalui amar ma’ruf nahi munkar Allah SWT memberikan penghargaan yang tinggi bagi umat Islam dengan predikat umat terbaik (khaira ummah):
كُنْتُمْ خَيْرَ اُمَّةٍ اُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُوْنَ بِالْمَعْرُوْفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَتُؤْمِنُوْنَ بِاللّٰهِ ۗ وَلَوْ اٰمَنَ اَهْلُ الْكِتٰبِ لَكَانَ خَيْرًا لَّهُمْ ۗ مِنْهُمُ الْمُؤْمِنُوْنَ وَاَكْثَرُهُمُ الْفٰسِقُوْنَ ١١٠
Artinya : “Kalian adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, karena kalian menyuruh kepada yang ma’ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka; di antara mereka ada yang beriman dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik” (QS. Ali Imran/3 : 110).
Dalam ayat tersebut di atas Allah mendahulukan penyebutan amar ma’ruf nahi munkar daripada beriman,
تَأْمُرُوْنَ بِالْمَعْرُوْفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَتُؤْمِنُوْنَ بِاللّٰهِ ۗ
hal ini menunjukkan keistimewaan amar ma’ruf nahi munkar, sebagaimana dikatakan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah: Dalam ayat ini Allah SWT menjelaskan, umat Islam adalah umat terbaik bagi segenap umat manusia. Umat yang paling memberi manfaat kepada manusia. Karena mereka telah menyempurnakan seluruh urusan kebaikan dan kemanfaatan dengan amar ma’ruf nahi mungkar. Mereka tegakkan hal itu dengan jihad (bersungguhsungguh) di jalan Allah dengan jiwa dan harta mereka. Inilah anugerah yang sempurna bagi manusia.
B. Kewajiban Melaksanakan Amar Ma’ruf Nahi Munkar
Siapakah yang berkewajiban melaksanakan amar ma’ruf nahi munkar?. Amar ma’ruf nahi munkar merupakan kewajiban yang dibebankan Allah SWT kepada umat Islam sesuai kemampuannya. Allah berfirman :
وَلْتَكُنْ مِّنْكُمْ اُمَّةٌ يَّدْعُوْنَ اِلَى الْخَيْرِ وَيَأْمُرُوْنَ بِالْمَعْرُوْفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ ۗ وَاُولٰۤىِٕكَ هُمُ الْمُفْلِحُوْنَ ١٠٤
Artinya : "Hendaklah ada di antara kamu segolongan orang yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh (berbuat) yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar. Mereka itulah orang-orang yang beruntung." (QS. Ali Imran/3 : 104).
Ibnu Katsir menafsirkan ayat ini (QS. Ali Imran: 104): “Maksudnya, hendaklah ada sebagian umat ini yang menegakkan amar ma’ruf nahi munkar”. Artinya amar ma’ruf nahi munkar hukumnya fardhu kifayah. Namun sebagian ulama tafsir mengatakan amar ma’ruf nahi munkar hukumnya fardhu ‘ain, dengan menjelaskan bahwa kata مِّنْ dalam ayat مِّنْكُمْ untuk penjelas, dan bukan untuk menunjukkan sebagian. Sehingga makna ayat tersebut, jadilah kalian semua umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar.
Demikian juga akhir ayat tersebut, yaitu: وَاُولٰۤىِٕكَ هُمُ الْمُفْلِحُوْنَ menegaskan bahwa keberuntungan itu khusus bagi mereka yang melakukan amalan amar ma’ruf nahi munkar. Sedangkan meraih keberuntungan tersebut hukumnya fardhu ‘ain, semua kita ingin beruntung. Oleh karena itu melakukan amar ma’ruf nahi munkar hukumnya wajib ‘ain juga. Karena dalam kaedah disebutkan:
مَا لاَ يَتِمُ الْوَاجِبُ إِلاَّ بِهِ فَهُوَ وَاجِبٌ
Artinya : “Satu kewajiban yang tidak sempurna kecuali dengan sesuatu, maka sesuatu itu hukumnya wajib”.
Hal tersebut dikuatkan dengan sabda Rasulullah SAW:
مَنْ رَأَى مِنْكُمْ مُنْكَرًا فَلْيُغَيِّرْهُ بِيَدِهِ فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِلِسَانِهِ فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِقَلْبِهِ وَذَلِكَ أَضْعَفُ الإِيمَانِ
Artinya : “Barangsiapa (siapa-pun) yang melihat (mengetahui) satu kemungkaran, maka rubahlah dengan tangannya, jika tidak mampu maka dengan lisannya dan jika tidak mampu maka dengan hatinya, dan itu selemah-lemahnya iman“. [HR Muslim].
Kaum Muslimin rahimakumullah.
Menurut Ibnu Taimiyah: “Meskipun kewajiban amar ma’ruf nahi mungkar tidak diwajibkan kepada setiap orang, akan tetapi merupakan fardhu kifayah”. Namun, hukum ini bukan berarti menunjukkan bolehnya seseorang untuk tidak berdakwah, atau beramar makruf nahi mungkar. Karena terlaksananya fardhu kifayah ini dengan terwujudnya pelaksanaan kewajiban perorangan tersebut. Sehingga apabila kewajiban tersebut belum terwujud pelaksanaannya oleh sebagian orang, maka seluruh kaum muslimin terbebani kewajiban tersebut.
Pelaku amar ma’ruf nahi munkar adalah orang yang menunaikan dan melaksanakan fardhu kifayah. Mereka memiliki keistimewaan lebih dari orang yang melaksanakan fardhu ‘ain. Karena pelaku fardhu ‘ain hanya menghilangkan dosa dari dirinya sendiri, sedangkan pelaku fardhu kifayah menghilangkan dosa dari dirinya dan kaum muslimin seluruhnya. Demikian juga jika fardhu ‘ain ditinggalkan, maka hanya dia saja yang berdosa, sedangkan fardhu kifayah jika ditinggalkan akan berdosa seluruhnya.
C. Metode Amar Ma’ruf Nahi Munkar dalam kontek NKRI
Keberhasilan dakwah, amar ma’ruf nahi munkar sangat ditentukan oleh metode yang digunakan. Secara garis besar Al-Quran memberikan panduannya:
ادْعُ إِلَى سَبِيلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ وَجَادِلْهُمْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ إِنَّ رَبَّكَ هُوَ أَعْلَمُ بِمَنْ ضَلَّ عَنْ سَبِيلِهِ وَهُوَ أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِينَ
Artinya: “Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah, dan pelajaran yang baik, dan bantahlah mereka dengan cara yang lebih baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dia-lah yang lebih Mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk. (QS. An-Nahl: 125).
Ayat ini dipahami oleh sementara ulama sebagai penjelasan tiga macam metode dakwah yang harus disesuaikan dengan objek dakwah. (1) Terhadap kelompok cendekiawan yang memiliki pengetahuan tinggi diperintahkan menyampaikan dakwah dengan hikmah yaitu dalam bentuk dialog dengan kata-kata bijak sesuai dengan tingkat kepandaian mereka. (2) Terhadap kelompok awam diperintahkan untuk menerapkan mau’izhah yaitu memberikan nasihat dan gambaran yang menyentuh jiwa sesuai dengan taraf pengetahuan mereka yang sederhana. (3) Sedangkan terhadap ahl al kitab dan penganut agama-agama lain yang diperintahkan adalah jidal, perdebatan dengan cara terbaik.
Kaum Muslimin yang dirahmati Allah.
Nabi SAW dan para sahabat berdakwah disesuaikan dengan kondisi masyarakat setempat. Sayyidina Umar bin Khattab misalnya pernah berkata: “Khatibu an-naas ‘ala qadri uqulihim” (sampaikanlah ajaran Islam sesuai kadar kemampuan mereka).
Dalam konteks Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang heterogen, baik dari aspek etnis, suku, budaya, bahasa, dan sebagainya, maka perlu menerapkan amar ma’ruf nahi munkar dengan pendekatan dakwah multi kultural, sebuah model penyampaian misi Islam yang lebih terbuka, toleran, dengan mengakomodir budaya dan adat istiadat masyarakat setempat. Al-Quran menggunakan istilah bi lisaani qaumihim, dan dengan qaulan layyina. Hal ini yang dipraktikkan Rasulullah SAW sebagaimana firman Allah:
فَبِمَا رَحْمَةٍ مِنَ اللَّهِ لِنْتَ لَهُمْ وَلَوْ كُنْتَ فَظًّا غَلِيظَ الْقَلْبِ لانْفَضُّوا مِنْ حَوْلِكَ فَاعْفُ عَنْهُمْ وَاسْتَغْفِرْ لَهُمْ وَشَاوِرْهُمْ فِي الأمْرِ فَإِذَا عَزَمْتَ فَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُتَوَكِّلِينَ
Artinya: “Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. karena itu ma’afkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu, kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya. (QS. Ali ‘Imram: 159).
Kaum muslimin rahimakumullah.
Dakwah kultural ini sebenarnya sudah dilakukan oleh Rasulullah SAW, bagaimana cara beliau mendekati kabilahkabilah yang ada saat itu. Karena itu dapat kita tiru, tentu disesuaikan dengan kondisi masyarakat saat ini. Apa yang dilakukan Nabi SAW dan sahabatnya itu merupakan cerminan dari ketiga bentuk metode dakwah yang disebut dalam Surah An-Nahl: 125 tersebut, yakni bil hikmah, mauizhatil-hasanah, wa jaadil hum billati hiya ahsan. Sebab suatu kebaikan itu perlu disampaikan dengan cara yang baik pula.
Dengan berjalannya dakwah amar ma’ruf nahi munkar di NKRI yang kita cintai ini, semoga Allah senantiasa melimpahkan keberkahan, baik yang turun dari langit, maupun yang keluar dari dalam perut bumi, dan menghindarkan kita semua dari adzab-Nya.