Kajian Zuhur Istiqlal: Membaca Al-Quran Lebih Dalam

Utsman bin ‘Affan radhiyallahu ‘anhu berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sebaik-baik orang di antara kalian adalah yang belajar al-Qur’an dan mengajarkannya” (HR. Bukhari, no. 5027).

Share :
Kajian Zuhur Istiqlal: Membaca Al-Quran Lebih Dalam
Artikel

Oleh : Dr. Budi Utomo, S.Th.I, MA


Jakarta, www.istiqlal.or.id - Tujuan pembelajaran atau pembacaan Al-Qur'an sendiri adalah sebagai proses untuk meraih kemuliaan yang Allah janjikan, sebagaimana dalam firman-Nya:

اِقْرَأْ وَرَبُّكَ الْاَكْرَمُۙ (3) الَّذِيْ عَلَّمَ بِالْقَلَمِۙ (4) عَلَّمَ الْاِنْسَانَ مَا لَمْ يَعْلَمْۗ (5)

Artinya : “Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah, Yang mengajar (manusia) dengan perantaraan qalam. Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya” (QS. al-'Alaq/96: 3 - 5).

Kemuliaan adalah penghormatan Allah bagi siapa saja yang menjalani pengajaran Allah melalui qalam. Qalam adalah metode dan tahapan dalam proses membaca. Ibn Katsir menerangkan bahwa sebagian dari kemulian Allah adalah bahwa Allah mengajarkan manusia sesuatu yang belum diketahuinya, maka Allah memuliakannya dengan ilmu.

Pada suatu hari Rasulullah dikejutkan dengan datangnya wahyu saat berada di Gua Hira. Malaikat pembawa wahyu masuk ke dalam gua menemuinya, lalu berkata, "Bacalah!" Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menjawab dengan ma ana bi qari' yang biasa diterjemahkan dengan"Aku bukanlah orang yang pandai membaca," atau ada juga yang memaknai dengan, “Apa yang harus aku baca?” Maka malaikat itu memegang dan mendekap Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam sehingga merasa payah karena didekap dengan sangat erat, setelah itu Malaikat Jibril melepaskan dekapannya dan berkata lagi, "Bacalah!" Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam menjawab dengan ma ana bi qari' Malaikat itu kembali mendekap untuk kedua kalinya sampai Nabi merasa sesak, dilepaskan kembali dan Jibril berkata lagi , "Bacalah!" Masih di jawab oleh Rasulullah dengan ma ana bi qari' untuk ketiga kalinya baru kemudian Rasuluulah yang kepayahan, lalu dilepaskan. Setelah itu Malaikat Jibril membacakan Surat Al-‘Alaq 1 - 5 : Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang Menciptakan (QS. Al-'Alaq : 1) sampai dengan firman-Nya: apa yang tidak diketahuinya (QS. Al-'Alaq : 5).

Motivasi untuk Mempelajari Al-Qur'an

Hadist nabi yang selama ini dipahami secara parsial, bisa dijadikan motivasi penjenjanagan ini. Belajar dan mengajar alQur'an dijadikan satu paket proses interaksi dengannya, sebaikbaik kalian yang belajar dan mengajarkan, bukan yang belajar saja atau mengajarkannya saja. Hadis yang dimaksud adalah:

Artinya : Utsman bin ‘Affan radhiyallahu ‘anhu berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sebaik-baik orang di antara kalian adalah yang belajar al-Qur’an dan mengajarkannya” (HR. Bukhari, no. 5027).

Pembacaan al-Qur'an harus mengantarkan masyarakat pada "new interpretation" sehingga al-Qur'an bisa berdialog dengan masyarakat di jaman ini. Al-Qur'an adalah petunjuk Allah untuk seluruh umat manusia di setiap jaman, sehingga harus dibacakan ulang oleh para mufassir jamannya agar pesan-pesan Tuhan bisa diimplementasikan dengan baik.

Hal ini menuntut umat Islam di suatu komunitas besar untuk memiliki mufassir yang kompeten. Double movement (gerakan ganda) adalah teori yang mencoba merelasikan antara masa lalu dan masa sekarang, merelasikan antara normativitas tradisi dan kebutuhan serta tantangan masyarakat. Berangkat dari situasi masa kini ke masa Al-Qur'an diturunkan, dan kembali lagi pada realitas kehidupan masa kini.

Gerakan pertama adalah pemahaman asli pada waktu dan temapat ketika al-Qur'an turun dengan kekhusuan peristiwa yang melatarbelakanginya. Gerakan kedua adalah menarik konteks masa lalu kepada konteks kekinian, untuk menjawab seluruh realita kehidupan yang berkembang dengan tujuan mengimplementasikan spirit al-Qur'an yang sama.

Sebagai alat ukur penafsiran teks maka gagal paham pada gerakan kedua berarti kegagalan untuk merealisasikan teks al-Qur'an dalam praktik kehidupan nyata. Al-Qur'an harus diterapkan dengan cara yang berbeda dengan mempertimbangkan konteks historis teks dan konteks historis penerapan teks. Penafsir kontemporer menurutnya adalah yang banyak memanfaatkan hermeneutika dalam metode tafsir.

Prof. Dr. KH Nasaruddin Umar, MA menyebutkan dalam artikelnya bahwa tujuan dari pemilihan kata iqra' pada saat menurunkan al-Qur'an pertama kali, ternyata untuk menekankan pentingnya memahami lapisan-lapisan makna batin al-Qur'an. Tidak semua bahasa yang ada memiliki kemampuan untuk mewadahi kedalaman makna yang berlapislapis. Inilah maksud pernyataan Allah subhanahu wata'ala : “AlQur'an yang berbahasa Arab” (qur'anan ‘arabiyyan, Surat AsySyurâ/42:7) dan “al-Qur'an yang bercita-rasa Arab” (lisanan ‘arabiyyan, Surat an-Nahl/16: 103).

Tabel di bawah bisa menggambarkan tahapan pembelajaran al-Qur'an dari peristiwa turunnya wahyu pertama. Tabel ini juga bisa menjadi ilustrasi bagaimana sulitnya proses turunnya alQur'an. Rasulullah tidak menerima al-Qur'an secara langsung berupa sebuah kitab yang utuh, bahkan wahyu pertama yang hanya lima ayat diperoleh dengan proses bertahap. Maka seorang pembelajar al-Qur'an mungkin juga akan mengalami fase dimana harus dipeluk oleh gurunya ketika merasa kesulitan untuk membaca al-Qur'an, sampai beberapa kali sehingga akhirnya mampu untuk memulai proses pembelajaran, dan masuk pada iqra' bismi rabbika alladzî khalaq dan iqra wa rabbuka al-akram setelah berkali-kali hanya mampu mengatakan ma ana bi qari'.

Al-Qur'an datang secara munajjaman yaitu secara berangsuransur melalui proses yang amat panjang dari Allah kepada Jibril sampai dengan Rasulullah. Perpindahan dari Malaikat Jibril kepada Rasulullah kemudian ditrransfer kepada para sahabat berjalan diatas budaya lisan. Di bacakan lisan, didengar oleh telinga dan dihafalkan. Lapisan-lapisan pemahaman dalam membaca al-Qur'an sesuai dengan tingkat pemahaman para pembacanya. Lapisan terluarnya adalah seumpama belajar membunyikan huruf dan teks al-Qur'an.

Lapisan keduanya seumpama pembelajaran dengan mulai membahas makna terjemahnya. Lapisan yang lebih dalam adalah pembahasan mengenai tafsirnya, dan yang lebih dalam lagi pembahasan al-Qur'an dari banyak penafsiran dan aspek keilmuan yang meliputinya.

Syekh Abdullah Darraz ulama besar Mesir dalam kitabnya "An-Naba Al-Azhim" menyebutkan bahwa ayat ayat al-Qur'an bagaikan berlian yang setiap sudutnya memancarkan cahaya yang berbeda dengan cahaya yang terpancar dari sudut lainnya. Jika seseorang mempersilahkan orang lain memandangnya, dia akan melihat lebih banyak keindahan dari yang mempersilahkannya.

Al-Qur'an Harus Dibaca Mendalam

Hal lebih penting dari kompetensi kemampuan membaca huruf-huruf al-Qur'an adalah kemampuan mendawamkan tilawah dan menyelesaikan bacaan al-Qur'an secara periodik. Di samping itu tadabbur atau mempelajari makna al-Qur'an adalah kemampuan tertinggi yang harus dijadikan bagian dari tahapan pembelajaran al-Qur'an. Hal terakhir ini sangat berkaitan dengan bahasa Arab.

Suka atau tidak suka kemampuan berbahasa Arab merupakan kompetensi wajib untuk guru al-Qur'an yang ideal. Bila kompetensi yang diharapkan hanyalah kemampuan untuk melantunkan bacaan al-Qur'an dengan indah maka hal ini hanya menyentuh kulitnya saja dan tidak berpengaruh signifikan pada aspek pembentukan insân kâmil.

Bila kompetensi ideal pendidik al-Qur'an serius diupayakan, hal ini harus dijawab dengan penjenjangan pembelajaran al-Qur'an dengan terstruktur, sistematis, dan masif. Semua prosesnya harus terukur dan bisa dikendalikan. Wallahu a’lam.

Tags :

Related Posts: