Kajian Malam Jumat: Mendalami Bacaan Bismillah, Perumpamaan Orang-Orang yang Kufur dan Hamba yang Shalih
Perumpaan bagi orang-orang yang kufur, seperti istri Nabi Nuh as. dan Nabi Luth as. Adapun perumpamaan yang Allah buat bagi hamba-hambaNya yang shaleh, seperti kesabaran Nabi Ibrahim dengan ayahnya yang durhaka, lalu kesabaran Nabi Ayyub...
Oleh: Prof. Dr. KH. Nasaruddin Umar, M.A
Jakarta, www.istiqlal.or.id - Istidraj adalah istilah yang diberikan kepada orang-orang yang tidak pernah Allah limpahkan musibah dalam hidupnya, sedangkan ia senantiasa berbuat dosa kepada Allah dan tidak mau bertaubat. Seperti halnya istri Nabi Nuh as. dan istri Nabi Luth as., mereka tidak sadar bahwa telah Allah timpakan musibah berupa istidraj, karena telah durhaka terhadap suami-suaminya dan mengingkari serta memprovokasi umat agar tidak mengikuti perintahnya. Hal tersebut telah termaktub di dalam QS. At-Tahrim ayat 10, Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:
ضَرَبَ اللّٰهُ مَثَلًا لِّلَّذِيْنَ كَفَرُوا امْرَاَتَ نُوْحٍ وَّامْرَاَتَ لُوْطٍۗ كَانَتَا تَحْتَ عَبْدَيْنِ مِنْ عِبَادِنَا صَالِحَيْنِ فَخَانَتٰهُمَا فَلَمْ يُغْنِيَا عَنْهُمَا مِنَ اللّٰهِ شَيْـًٔا وَّقِيْلَ ادْخُلَا النَّارَ مَعَ الدّٰخِلِيْنَ
Artinya: “Allah membuat perumpamaan bagi orang-orang yang kufur, yaitu istri Nuh dan istri Lut. Keduanya berada di bawah (tanggung jawab) dua orang hamba yang saleh di antara hamba-hamba Kami, lalu keduanya berkhianat kepada (suami-suami)-nya. Mereka (kedua suami itu) tidak dapat membantunya sedikit pun dari (siksaan) Allah, dan dikatakan (kepada kedua istri itu), “Masuklah kamu berdua ke neraka bersama orang-orang yang masuk (neraka).” (QS. At-taḥrīm [66]:10)
Maka itulah perumpaan bagi orang-orang yang kufur, seperti istri Nabi Nuh as. dan Nabi Luth as. Adapun perumpamaan yang Allah buat bagi hamba-hambaNya yang shaleh, seperti kesabaran Nabi Ibrahim dengan ayahnya yang durhaka, lalu kesabaran Nabi Ayyub yang diganggu iblis, seperti yang Allah kisahkan dalam QS. Shad ayat 41-43:
وَاذْكُرْ عَبْدَنَآ اَيُّوْبَۘ اِذْ نَادٰى رَبَّهٗٓ اَنِّيْ مَسَّنِيَ الشَّيْطٰنُ بِنُصْبٍ وَّعَذَابٍۗ
Artinya: “Ingatlah hamba Kami Ayyub ketika dia menyeru Tuhannya, “Sesungguhnya aku telah diganggu setan dengan penderitaan dan siksaan (rasa sakit).” (QS. Ṣhād [38]:41)
اُرْكُضْ بِرِجْلِكَۚ هٰذَا مُغْتَسَلٌۢ بَارِدٌ وَّشَرَابٌ
Artinya: “(Allah berfirman), Entakkanlah kakimu (ke bumi)! Inilah air yang sejuk untuk mandi dan minum.” (QS. Ṣād [38]:42)
وَوَهَبْنَا لَهٗٓ اَهْلَهٗ وَمِثْلَهُمْ مَّعَهُمْ رَحْمَةً مِّنَّا وَذِكْرٰى لِاُولِى الْاَلْبَابِ
Artinya: “Kami anugerahkan (pula) kepadanya (Ayyub) keluarganya dan (Kami lipat gandakan) jumlah mereka sebagai rahmat dari Kami dan pelajaran bagi orang-orang yang berpikiran sehat.” (QS. Ṣād [38]:43)
Maksud dari ayat tersebut ialah untuk menunjukkan kesabaran yang dimiliki Nabi Ayyub as., kala ia ditimpa penyakit kulit yang berkepanjangan dan istrinya (Siti Rahmah) memilih untuk pergi meninggalkannya. Lalu Nabi Ayyub as. pun bersumpah akan mencambuk istrinya ketika ia sembuh. Pada saat Nabi Ayyub as. sembuh dari penyakitnya, istrinya pun datang dan meminta maaf agar bisa kembali hidup bersamanya. Namun, Nabi Ayyub as. tidak pernah melupakan sumpahnya. Akan tetapi, ia juga tidak tega bila harus memukul istrinya, maka Allah pun memerintahkan kepada Nabi Ayyub untuk memukul istrinya dengan rumput, dalam QS. Shad ayat 44:
وَخُذْ بِيَدِكَ ضِغْثًا فَاضْرِبْ بِّهٖ وَلَا تَحْنَثْ ۗاِنَّا وَجَدْنٰهُ صَابِرًا ۗنِعْمَ الْعَبْدُ ۗاِنَّهٗٓ اَوَّابٌ
Artinya: “Ambillah dengan tanganmu seikat rumput, lalu pukullah (istrimu) dengannya dan janganlah engkau melanggar sumpah. Sesungguhnya Kami dapati dia (Ayyub) seorang yang sabar. Dialah sebaik-baik hamba. Sesungguhnya dia selalu kembali (kepada Allah dan sangat taat kepadanya).” (QS. Ṣād [38]:44)
Dari ayat tersebut juga mengajarkan kepada kita agar melaksanakan sumpah yang telah dibuat, meski pada akhirnya istri Nabi Ayyub tidak menerima bekasnya. Artinya sumpah (nazar) itu harus tetap ditunaikan dan sebuah nazar tidak mesti harus menyiksa orang lain.
Maka dari contoh tersebut dapat kita teladani sikap sabar para Nabi dalam menghadapi kenyataan hidup ini dan meningkatkan keimanan dalam diri, agar kita bisa termasuk ke dalam golongan hamba-hambaNya yang shaleh. (ZSQ/Humas dan Media Masjid Istiqlal)