Hikmah: Sunnah Nabi dan Realitas Kekinian

Kita sudah sangat jauh dengan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Namun uniknya adalah semua ummat Islam tetap mengacu kepada kehidupan Rasulullah SAW dalam segala sesuatunya.

Share :
Hikmah: Sunnah Nabi dan Realitas Kekinian
Artikel

Oleh : H Abu Hurairah Abd Salam, Lc, MA

Jakarta, www.istiqlal.or.id - Bahwa kenabian Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam boleh dibilang unik, uniknya dimana? Kalau para nabi dan rasul terdahulu rata-rata ummatnya ada di depan matanya sezaman bersama dengan nabi tersebut, susah senang hidup bersama.

Berbeda dengan ummat Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, yang sezaman yaitu para sahabat, tapi saat ini sudah berlalu dari generasi ke generasi. Sampai sekarang sudah berlalu 1400 tahun atau 14 abad lamanya. katakanlah jika satu generasi 30 tahun, berarti 14 abad dikali 3 sudah 42 generasi. Kita sudah sangat jauh dengan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Namun uniknya adalah semua ummat Islam tetap mengacu kepada kehidupan Rasulullah SAW dalam segala sesuatunya.

Hanya saja memang kita juga harus tahu bahwa zaman itu mengalami perubahan. Hal-hal yang dijalankan oleh Nabi SAW di masa beliau itu belum tentu fenomenanya juga ada di zaman yang berikutnya.

Contoh, sewaktu di zaman nabi, Al-Qur’an itu turun menyebutkan bahwa orang yang berhak menerima zakat itu ada delapan asnaf. Dari delapan, yang mau digarisbawahi adalah para muallaf dan para budak.

Dua asnaf ini yang menarik, karena di zaman Nabi SAW tidaklah dikatakan orang yang baca syahadat langsung dianggap sebagai muallaf. Kalau sekedar baca syahadat, semua sahabat itu juga muallaf artinya bukan orang yang beriman karena didakwahi oleh Nabi maka pada masuk Islam.

Nah, muallaf di zaman Rasulullah itu siapa? Kalau melihat sirah nabawiyyah itu ada suatu kaum yang mereka ini tidak mau Islam, bahkan sampai Nabi SAW wafat, mereka tidak masuk Islam dan mereka berbahaya, karena mengancam terus keselamatan para sahabat.

Kebijakan Nabi SAW, mereka ditaklukkan saja agar tidak macam-macam. Caranya yaitu dengan diberikan zakat. Jadi orang kafir yang tidak masuk Islam tapi keberadaannya mengancam umat, maka dibayar--istilahnya 'uang jatah preman', memang kelompok tersebut susah diatur, tidak mau masuk Islam, doyan merampok, maka daripada dirampok mending bayar saja, begitulah sampai masa Nabi SAW wafat.

Tapi tidak lama setelah Nabi SAW wafat dan ummat Islam makin jaya, besar, semakin kuat, sampai kemudian Umar bin Khattab ketika beliau menjadi khalifah dua tahun sepeninggal Nabi SAW, langsung punya kebijakan untuk tidak lagi memberi kelompok itu uang zakat.

Kata Umar RA, dulu kalian dapat zakat karena kita masih lemah, masih sedikit dan kita takut sama kalian, jadi kita bayar. Tapi sekarang tidak bisa begitu. Kita sudah sangat kuat kalian itu siapa, kok, minta-minta pada kita.

Nah sejak itulah sejarah Islam mencatat bahwa dari 8 asnaf yang disebutkan di Al-Qur’an itu prakteknya tinggal 7 karena yang satu itu dicoret. Bukan ayat Al-Qur’annya yang dicoret tapi keadaannya yang berubah, artinya ada orang memenuhi kriteria “wal mullafati qulubihum” versi sirah nabawiyah.

Memang di zaman Nabi SAW ada, tapi tidak lama kemudian setelah Nabi SAW wafat Umar RA sudah mengatakan, kalian tidak perlu dikasih zakat “wal muallafati qulubuhum” sudah lewat masanya, itu masa lalu, di masa sekarang sudah tidak ada lagi. Jadi sunnah Nabi SAW dimana Nabi SAW itu mencontohkan seperti itu, baru di zaman Umar sudah berubah hukumnya.

Contoh yang lain adalah budak, memang perbudakan itu di masa berikutnya sampai beratus-ratus tahun kemudian perbudakan masih ada. Adapun yang berubah di masa sekarang, kita sudah tidak lihat lagi perbudakan. Jadi 8 asnaf kurang dua, jadi tinggal 6 karena budak sudah tidak ada. Padahal Al-Qur’an bilang ada 8 dan di antara yang 8 itu ada muallaf yang bukan sekedar masuk Islam tapi memang mengancam, kemudian budak, dua asnaf ini hilang ditelan zaman. Al-Qur’an turun mereka ada, tapi tidak lama setelah itu mereka hilang.

Nah terjadilah yang disebut dengan realitas kekinian itu fakta, tidak bisa kita bilang "yuk hidupkan lagi perbudakan biar nanti para budak bisa dapat uang zakat," Perbudakan sudah habis sudah selesai masanya. Tapi memang di zaman Nabi SAW budak itu ada dan disantuni. bukan sekedar buat makan, tidak, tapi diberikan untuk cicil pembebasan diri mereka. Jadi tujuan zakat itu salah satunya untuk membebaskan budak itu sudah tercapai.

Jadi Al-Qur’an turun di masa Nabi SAW dengan segala macam sunnah dan sebagainya itu tidak semuanya bisa dijalankan di masa berikutnya. Karena zamannya yang berubah, nah, kalau kita lebarkan lagi masalah ini ke masalah yang bersifat saintifik contohnya adalah makanan kuliner.

Rasulullah SAW kalau sudah masuk dalam bab makanan itu aneh buat kita, beliau SAW kan tidak makan nasi, kalau Rasulullah SAW, Abu Bakar, Umar, Usman, Ali, itu makannya roti karena tidak ada nasi zaman mereka. Roti dimakan pakai macam-macam, tapi Nabi SAW pernah bersabda, “nikmal adhmu alkhallu” teman makan yang paling enak itu adalah cuka.

Bagi kita kebayang gak makan roti pakai cuka? Itu makan apa maksudnya? Aneh ya? Kalau kita kan roti pakai mentega pake sosis. Nah begitulah kehidupan. Pada zaman Nabi SAW ada orang bilang kita harus mencontoh Nabi SAW dalam segala hal, pertanyaannya, menu makanan Nabi SAW itu kita tidak suka. Hal lain juga seperti makan kurma, kalau kita makan kurma itu sebagai buah, sedangkan Nabi SAW selain sebagai buah juga sebagai makanan pokok karbohidrat.

Dalam arti, ya, pagi sarapan sepiring kurma, siang sepiring kurma, malam sepiring kurma, jadi cukup dengan kurma itu mereka hidup dan itu memang sunnah Nabi SAW, nah pertanyaannya adalah apakah kita yang terpaut jarak 14 abad lamanya dan kita orang Melayu (bukan di Arab) apakah kita harus makan roti pakai cuka? Harus makan kurma sebagain makanan pokok? Jawabannya, boleh sih ya, boleh-boleh saja.

Pertanyaannya bukan itu, melainkan apakah kalau tidak makan kurma Anda dosa? Apakah kalau tidak makan roti Anda masuk neraka? Kan banyak yang bilang harus pakai sunnah Nabi SAW. Problematikanya sunnah Nabi SAW itu tetap kita pilah-pilih. Kalau sunnah semua juga sunnah Nabi SAW.

Sunnah itu apa sih? Sunnah itu segala perbuatan termasuk segala perkataan bahkan sikap diamnya saja dari seorang Nabi SAW itu juga sunnah. Nah banyak orang yang sampai sekarang ini agak sedikit gamang, ini apakah semuanya mesti kita tiru? Apakah kita terikat dengan itu semua? Tentu jawaban yang paling logis, ya, tentu tidak semua kehidupan Nabi SAW kita kerjakan.

Mungkin juga karena realitas di masa Nabi SAW dengan di masa sekarang sudah beda, mana ada Nabi SAW kalau minum pakai di masak dulu airnya? Kan tidak, minum susu yang katanya juga sunnah Nabi SAW, susunya bukan susu bubuk, bukan susu pabrik, itu susu yang diperah langsung dari si kambingnya dan tradisi orang Arab kalau minum langsung dari embernya dan minumnya ramai-ramai.

Itu fakta budaya di zaman Nabi SAW, kita tidak boleh menghina atau menjelekkan, cuma kalau kita disuruh kayak gitu kayaknya tidak deh. Pertama kita tidak doyan susu kalau dikasi vanilla mungkin ok, tapi kalau susu kambing murni tidak dimasak lagi kita minum hari ini adanya juga sakit perut. Wallahu a’lam.
 

Tags :

Related Posts: