Hikmah: Bencana Ekologi, Peringatan dari Bumi

“Darat adalah lisan dan laut adalah qalbu. Jika lisan telah rusak dengan caci maki misalnya, maka jiwa-jiwa anak Adam menangis. Jika qalbu telah rusak sebab riya misalnya, maka malaikat menangis”.

Share :
Hikmah: Bencana Ekologi, Peringatan dari Bumi
Artikel

Oleh : Dr. Budi Utomo, S.Th.I, MA

Jakarta, www.istiqlal.or.id - Di penutup tahun 2022 ini dari berbagai media kita dapat melihat bahwa bencana ekologi meluas di seluruh bagian dunia. Di tanah air beberapa bencana terkait alam juga terus susul menyusul, mulai dari banjir, tanah longsor, pergeseran permukaan bumi, gempa bumi, letusan gunung berapi dan sebagainya. Di Jepang dan Amerika badai badai salju menjadi problem serius yang membawa penderitaan. Di belahan bumi lainnya serasa alam juga mulai tak ramah.

Peristiwa perubahan pola cuaca di berbagai kawasan memakan korban jiwa tidak sedikit. Kerusakan di muka bumi dan di lautan tidak lain terjadi karena buah tangan manusia. Dampak dari kerusakan ini kemudian berimbas kepada bukan hanya pelaku kerusakan, tetapi juga kepada seluruh semesta raya. Allah dalam Surat Ar-Rum/30 ayat 41, memperingatkan manusia:

ظَهَرَ الْفَسَادُ فِى الْبَرِّ وَالْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ اَيْدِى النَّاسِ لِيُذِيْقَهُمْ بَعْضَ الَّذِيْ عَمِلُوْا لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُوْنَ

Artinya: “Telah tampak kerusakan di darat dan di laut karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari (dampak) perbuatan mereka. Semoga mereka kembali (ke jalan yang benar)” (Surat Ar-Rum/30: 41).

Ayat ini umumnya dijadikan sebagai pengingat bahwa pemiliharaan keseimbangan ekosistem adalah tanggungjawab manusia. Adapun sahabat Abu Bakar As-Shiddiq menafsirkan kerusakan di darat dan di laut sebagai kerusakan ucapan dan qalbu manusia. Kerusakan lisan dan qalbu melalui kemungkaran-kemungkaran itu diratapi manusia dan malaikat. Penafsiran Abu Bakar RA itu berbeda dengan pemahaman sepintas yang biasa dipahami kebanyakan pembaca teks Al-Qur'an. Menurutnya:

البر هو اللسان والبحر هو القلب فإذا فسد اللسان بالسب مثلا بكت عليه النفوس أى الأشخاص من بني آدم وإذا فسد القلب با لر ياء مثلا بكت عليه الملاءكة

Artinya : “Darat adalah lisan dan laut adalah qalbu. Jika lisan telah rusak dengan caci maki misalnya, maka jiwa-jiwa anak Adam menangis. Jika qalbu telah rusak sebab riya misalnya, maka malaikat menangis”.

Hati manusia memiliki kedalaman dan keluasan sebagaimana lautan. Manusia bisa memasukkan apa saja kedalam hatinya, kebaikan ataupun keburukan. Dan bila telah rusak hati manusia karena terlalu banyak memasukkan kebesaran dunia sehingga melupakan kebesaran Allah Yang Maha Besar maka yang keluar dari lisannya akan rusak. 

Lisan seharusnya dipergunakan untuk dzikrullah, mengatakan hanya kalimat yang penting dan kalimat yang baik saja. Dengan rusaknya hati, lisan memproduksi banyak fitnah dan bencana.

Terlepas dari itu semua, bahwa alam semesta berperilaku sesuai dengan perintah dan izin dari Allah subhanahu wata'ala. Maka ketika manusia sangat terkejut dan terheran-heran dengan terjadinya gonjang-ganjing bumi, bumi menjawab;

بِاَنَّ رَبَّكَ اَوْحٰى لَهَاۗ ٥

Artinya : “Karena sesungguhnya Tuhanmu telah memerintahkan (yang sedemikian itu) padanya." (QS. Az-Zalzalah/99 : 5)

Dalam Tafsir Ringkas Kemenag disebutkan bahwa maksud ayat ini adalah : "bumi menyampaikan kepada manusia apa yang terjadi padanya dan bersaksi di hadapan Allah tentang apa saja yang manusia lakukan di atasnya karena sesungguhnya Tuhanmu telah memerintahkan padanya untuk berbuat demikian".

Prof. Quraish Shihab memaknai dengan : "ketika itu bumi menceritakan kepada manusia tentang dirinya yang telah mengagetkan manusia, Tuhan Sang Pencipta dan Pemeliharamu telah memerintahkanku untuk bergetar dan bergoncang. Maka, aku pun segera melakukan perintah-Nya itu".

Dalam Ibn Katsir disebutkan, Imam Bukhari mengatakan bahwa lafaz ini sesinonim dengan auha ilaiha dan waha laha atau waha ilaiha. Hal yang sama telah dikatakan oleh Ibnu Abbas, bahwa auha laha sama dengan auha ilaiha. Makna lahiriah ayat menunjukkan bahwa ini mengandung makna azina laha, yakni Tuhan telah memerintahkan atau mengizinkan kepadanya untuk demikian.

Seluruh semesta raya tunduk pada perintah Allah, maka seluruh kejadian ini adalah kehendak Allah. Manusia yang mendapat dampak buruk dari seluruh kejadian di semesta hendaklah insyaf dan bertaubat. Memohon kepada Rabb al-'alamin; Penguasa jagad raya untuk merahmatinya dalam segala suasana dan keadaan. Mari kita merenungkan makna hadits ini:

عَنْ أَنَسٍ مَرْفُوعًا: "يَقُولُاللهُ: وَعِزَّتِي وَجَلَالِي، إِنِّي لَأَهِمُّ بِأَهلِ الْأَرْضِ عَذَابًا، فَإِذَا نَظَرْتُ إِلَى عُمَّارِ بُيُو تِي وَإِلَى الْمُتَحَابِّينَفِيَّ، وَإِلَى الْمُسْتَغْفِرِينَ بِا لْأَسْحَارِ، صَرَفْتُذَلِكَ عَنْحُمْ."

Artinya : Sahabat Anas bin Malik meriwayatkan secara marfu': “Allah berfirman: “sesungguhnya Aku bermaksud menurunkan azab kepada penduduk bumi, maka apabila Aku melihat orang-orang yang meramaikan rumah-rumah-Ku, yang saling mencintai karena Aku, dan orang-orang yang memohon ampunan pada waktu sahur, maka Aku jauhkan azab itu dari mereka”. Riwayat al-Baihaqi, Syu’ab al-Iman [2946].

Hadist ini walaupun dhaif telah dinukil dalam kitab Tafsir yang mu'tabar. Hanya sebagian kecil ulama hadis melarang penggunaan hadis dhaif sebagai bentuk kehati-hatian.

Namun demikian, sejak dahulu sebagian besar ulama hadis membolehkan meriwayatkan dan mengamalkan hadis dhaif karena mereka menilai bahwa hadis dhaif itu hanya lemah, bukan palsu sehingga tetap bernilai sebagai hadist. Tidak jarang suatu hadist yang awalnya dinilai lemah, kemudian naik pangkat menjadi ‘hasan’ atau ‘shahih’ setelah diteliti lebih lanjut.

Semoga Allah Subhanahu wa Ta'ala melindungi dan mengampuni segala dosa dan kesalahan kita dengan RahmanRahim-Nya, aamiin.

Tags :

Related Posts: